Sebanyak 30 juta tenaga kerja industri properti terancam mengalami pemutusan hubungan kerja lantaran belum jelasnya stimulus pemerintah di sektor ini. Pengusaha properti meminta pemerintah memberikan kepastian, terutama terkait restrukturisasi kredit untuk sektor tersebut.
Ketua Bidang Properti Asosiasi Pengusaha Indonesia Sanny Iskandar menjelaskan pukulan pandemi virus corona atau Covid-19 sangat berimbas pada sektor properti dan turunannya. Saat ini, biaya operasional perusahaan-perusahaan tersebut masih terus berjalan, sementara pemasukan sangat minim.
"Tenaga kerja yang terdampak langsung jumlahnya sangat besar sekitar 30,3 juta. Kami harap dukungan pemerintah karena sektor properti ini adalah sektor real yang memberi dampak langsung baik kepada pekerjaan maupun yang terkait dengan peningkatan peningkatan ekonomi," kata dia dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis (14/5).
Selain restrukturisasi kredit, pengusaha properti juga meminta pembebasan biaya abodemen listrik dan air pada mal dan perkantoran. Pasalnya, komponen tersebut merupakan salah satu biaya operasional terbesar.
"Kami rasa sekarang ini saatnya pemerintah harus memberi perhatian ke pengembang," kata dia.
(Baca: Pengusaha Properti Desak Pemerintah soal Restrukturisasi Kredit)
Sementara itu, Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia Totok Lusida mengatakan pengusaha properti siap menjalankan permintaan pemerintah untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja pada karyawannya. Namun, hal ini harus didukung dengan kepastian restrukturisasi sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020.
"Kami minta restrukturisasi pembayaran pokok dan bunga supaya bisa buat bayar karyawan. Kami digantung terlalu lama oleh perbankan, perlukan adanya kepastian. Kalau tidak pasti, pengembang di bawah REI akan terganggu, bisa terjadi PHK," kata dia.
Ia menjelaskan, sektor properti berkontribusi terhadap 17,9% total kredit yang beredar di seluruh Indonesia. Berdasarkan catatannya, penyaluran kredit di sektor ini mencapai hingga Rp 1.000 triliun.
Adapun restrukturisasi penundaan pembayaran yakni pokok dan bunga penting agar arus keuangan yang dimiliki pengusaha dapat digunakan untuk membayar gaji karyawan. "Bukan minta tidak bayar tapi menunda, pemerintah atau OJK kami minta ada ketegasan bantu kami developer atau membantu pembeli dan calon pembeli di Indonesia," kata dia.
(Baca: Likuiditas Tertekan, BRI Harapkan Penempatan Dana Pemerintah)
Tak hanya itu, bantuan yang sangat diperlukan bagi pengusaha properti yakni adanya keringanan biaya listrik dan air. Ia mengaku, sudah bersurat ke PLN agar mall, hotel, perkantoran tak dikenakan biaya beban minimal.
"Kami sudah kirim surat ke PLN untuk tidak dibebankan beban minimal juga PDAM Daerah. Karena yang meminta tutup mal kan instruksi pemerintah, tapi tetap ada beban biaya minimal kan itu memberatkan," kata dia.
Sebelumnya OJK mendorong perbankan untuk melakukan restrukturisasi kredit kepada para debitur yang terdampak pandemi virus corona. Kebijakan ini terutama ditujukan bagi para pelaku UMKM.
"Namun tidak semua dari total kredit UMKM yang totalnya sebesar Rp 1.150 triliun itu akan mendapatkannya," kata Ketua OJK Wimboh dalam pertemuan dengan para pemimpin redaksi melalui video conference di Jakarta, Kamis malam (16/4).