Tangkap Relokasi Industri Negara Maju, RI Harus Kebut Negosiasi Dagang

ANTARA FOTO/REUTERS/Charles Mostoller
Ilustrasi industri manufaktur. Indonesia harus mengebut penyelesaian negosiasi sejumlah kerja sama dagang jika ingin merebut peluang relokasi industri milik negara maju.
Penulis: Rizky Alika
12/6/2020, 21.42 WIB

Indonesia dinilai harus segera menyelesaikan negosiasi sejumlah kerja sama perdagangan jika ingin menangkap peluang relokasi industri milik negara maju, seperti Amerika Serikat (AS) dan Jepang, imbas masih berlanjutnya perang dagang AS-Tiongkok.

Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal Hastiadi menilai Indonesia harus mengambil peluang relokasi industri tersebut dengan memperkuat kerja sama dagang, salah satunya Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Menurutnya RCEP memiliki peran penting dalam perekonomian dunia.

Adapun beberapa negosiasi kerja sama dagang yang harus menjadi prioritas di antaranya dengan Uni Eropa (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement /I-EU CEPA) dan dengan ASEAN + 6 (Regional Comprehensive Economic Partnership/(RCEP).

"Yang perlu dituntaskan lebih dahulu ialah ASEAN + 6 untuk perjanjian multilateral. Sementara untuk bilateral yang paling memungkinkan dan urgent ialah I-EU CEPA," kata dia kepada Katadata, Jumat (12/6).

(Baca: Tak ke Indonesia, Panasonic Pilih Pindahkan Pabrik Kulkas ke Vietnam)

Menurutnya, para industri milik negara maju yang berada di Tiongkok berpotensi melakukan relokasi ke ASEAN. Hal ini seiring dengan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok yang masih berlanjut.

Tidak hanya AS, sejumlah perusahaan manufaktur Jepang yang beroperasi di Negeri Panda, telah menyatakan minatnya untuk pindah. Sebagaimana diketahui, setidaknya ada 34 perusahaan Jepang di Tiongkok menyatakan minat untuk relokasi ke Bangladesh.

Dia menambahkan, Indonesia sebenarnya memiliki pengaruh besar dalam mendorong penyelesaian RCEP. Sebab, Indonesia merupakan satu-satunya anggota G20 yang berasal dari ASEAN.

Selain itu, Fithra juga menilai I-EU CEPA perlu segera diselesaikan "Uni Eropa penting karena selama ini mereka bergantung dengan negara-negara Eropa dan Tiongkok. Perusahaan Uni Eropa juga mau relokasi," ujar dia.

(Baca: Aturan Tenaga Kerja Perlu Direvisi untuk Gaet Relokasi Pabrik AS ke RI)

Selain itu, dia juga mendorong kerja sama bilateral lainnya untuk segera diselesaikan, seperti dengan Pakistan hingga Australia. Di luar itu, kerja sama dengan negara non tradisional juga dapat ditingkatkan, seperti dengan negara-negara Afrika. "Mereka itu bisa jadi peluang untuk melakukan pemulihan ekonomi," ujar Fithra.

Hingga Mei 2020, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat ada delapan negosiasi perdagangan bilateral yang masih berjalan. Perundingan tersebut meliputi I-EU CEPA, Indonesia-Turki CEPA, dan Indonesia-Pakistan Trade in Goods Agreement.

Kemudian Indonesia-Tunisia Preferential Trade Agreement (PTA), Indonesia-Bangladesh PTA, Indonesia-Iran PTA, Indonesia-Mauritius PTA, serta Indonesia-Maroko PTA.

Selain itu, ada 15 negosiasi dagang yang tengah dijajaki oleh Indonesia. Beberapa di antaranya seperti Indonesia-Afrika Selatan Customs Union, Indonesia-Komunitas Afrika Barat (EAC) PTA, Indonesia-Djibouti PTA, Indonesia-MERCOSUR, Indonesia-Papua Nugini PTA, dan Indonesia-Uni Ekonomi Eurasia (EAEU).

(Baca: Selain dari Amerika, RI Bisa Gaet Relokasi Pabrik Jepang dari Tiongkok)

Reporter: Rizky Alika