Permintaan Turun 60%, Industri Baja Minta Stimulus Harga Gas & Listrik

ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah
Pabrik pembuatan baja Kawasan Industri Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (4/10/2019). Pelaku industri baja meminta pemerintah segera merealisasikan harga gas industri US$ 6 per MMBTU dan keringanan tarif listrik PLN untuk mengangkat kembali industri baja yang terpuruk akibat pandemi corona.
15/6/2020, 22.48 WIB

Permintaan baja domestik anjlok hingga 60% imbas pandemi virus corona atau Covid-19. Pelaku industri baja pun meminta pemerintah segera merealisasikan harga gas industri US$ 6 per MMBTU dan relaksasi pembayaran tagihan listrik PLN.

Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, Silmy Karim mengatakan, pemerintah perlu memperhatikan industri baja agar dapat mempertahankan kelanjutan bisnisnya pasca-pandemi. Pasalnya, utilisasi produksi saat ini anjlok hingga 20%, sehingga pekerja di industri baja terancam pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Hal ini sangat dibutuhkan dan memiliki peran yang penting bagi industri baja karena secara signifikan dapat menekan biaya produksi," kata dia dalam diskusi daring di Jakarta, Senin (15/6).

Menurut dia, untuk meningkatkan produksi di tengah merosotnya permintaan, penurunan tarif listrik industri perlu segera direalisasikan. Beberapa di antaranya yakni relaksasi pembayaran rekening listrik industri melalui penghapusan rekening minimum pemakaian 40 jam nyala, pemberian diskon tarif listrik, keringanan biaya paralel fee dan pajak PPU.

(Baca: Pelaku Usaha Minta Perlindungan dari Serbuan Impor Baja Selama Pandemi)

Stimulus tersebut perlu direalisasikan dalam waktu dekat lantaran listrik merupakan salah satu komponen produksi terbesar produk baja. "Biaya listrik menjadi salah satu komponen utama yang berpengaruh besar terhadap biaya produksi dan daya saing produk baja nasional," kata Silmy.

Oleh karena itu, lanjut dia, sangat penting untuk mencari solusi secara bersama agar produk baja nasional dapat berdaya saing dan industri baja dapat selamat dari dampak buruk Covid-19.

Sementara itu, Direktur Bina Usaha Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Hendra Iswahyudi mengatakan, penurunan tarif listrik untuk industri yang terdampak pandemi masih menunggu hasil kajian dengan beberapa kementerian terkait.

Pasalnya, potensi hilangnya pendapatan PLN dari stimulus tersebut sangat besar. Kendati demikian, Hendra menegaskan bahwa upaya pemberian stimulus menjadi fokus pemerintah untuk membangkitkan perekonomian yang terpukul pandemi.

(Baca: Terimbas Corona, KRAS Masih Berharap Raup Untung Sepanjang 2020)

"Industri termasuk pertokoan, hotel, dan mal ini yang jadi fokus kami saat ini, di mana dari bisnis dan industri ini kalau ditotal ada 682.691 pelanggan. Dalam sebulan pendapatan PLN dari golongan tersebut Rp 9,1 triliun. Ini angka yang tidak sedikit jadi perlu didiskusikan untuk golongan industri ini," kata Hendra.

Sektor industri tersebut menyumbangkan 65% pendapatan PLN, sedangkan bisnis di sektor lainnya terdapat 55.553 pelanggan dengan kontribusi pendapatan Rp 6 triliun atau setara 35% setiap bulannya. Sementara itu, untuk subsidi tarif listrik bagi rumah tangga dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sudah terealisasikan

Adapun keringanan biaya listrik juga telah diusulkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yakni keringanan biaya tagihan listrik untuk periode berlangganan 1 April-31 Desember 2020 dan usulan tersebut berupa penghapusan biaya minimum untuk pemakaian 40 jam konsumsi listrik. Ini juga termasuk bagi pelanggan industri premium yang menggunakan 233 jam konsumsi listrik.

(Baca: PLN Terancam Rugi Besar, Pemerintah Kaji Lagi Subsidi Listrik Industri)

Reporter: Tri Kurnia Yunianto