Pengusaha Tagih Realisasi Penghapusan Pemakaian Listrik Industri

PLN
Ilustrasi, sistem kelistrikan.Pelaku industri menyambut baik relaksasi aturan minimum penggunaan listrik listrik di tengah pandemi corona.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Ekarina
24/6/2020, 19.25 WIB

Pelaku usaha menyambut baik rencana pemberian stimulus penghapusan aturan minimum pemakaian listrik industri selama 40 jam. Pasalnya, industri tetap dikenakan  pembayaran rekening minimum listrik, meskipun realisasi pemakaian listrik hanya mencapai separuh dari ketentuan.

Adapun penurunan pemakaian listrik terjadi seiring dengan menurunnya kegiatan produksi dan utilisasi selama pandemi corona. Seperti diketahui, selama periode pembatasan sosial berskala besar (PSBB), banyak pabrik tak bisa beroperasi ataupun beroperasi dengan kapasitas minim akibat sepinya permintaan.  

"Dampak Covid-19 ke perusahaan berbeda-beda, tapi penurunan penggunaan listrik sudah lebih dari 50%," kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Kamdani saat dihubungi Katadata, Rabu (24/6).

(Baca: Jokowi Hapus Aturan Minimum Pemakaian Listrik 40 Jam Untuk Industri)

Alhasil, pengusaha harus membayar listrik yang tidak digunakan secara maksimum. Hal tersebut dinilai memberatkan karena terjadi di tengah penurunan permintaan produk industri. 

Dengan rencana pemerintah, dia pun mengatakan, banyak pengusaha menunggu realisasi penghapusan rekening minimum pemakaian listrik industri selama 40 jam. Kebijakan ini menjadi angin segar dan bisa membantu industri yang menekan biaya operasional agar dapat beroperasi di tengah pandemi Covid-19.

Dikonfirmasi terpisah, Ketua Umum The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) Silmy Karim juga mengungapkan hal senada. Dia menyambut baik sikap Presiden Joko Widodo yang menyepakati penghapusan kebijakan tersebut.

Hanya saja, dukungan pemerintah untuk menyelamatkan sektor industri harus segera direalisasikan. "Tapi timing ini penting. Mesti lebih cepat dan banyak lagi support pemerintah kepada industri dalam rangka menggerakkan roda ekonomi," katanya.

Silmy menjelaskan, industri yang telah mati akibat pandemi Covid-19 bakal sulit dihidupkan kembali. Pemulihan ini akan semakin berat jika pasar domestik sudah dibanjiiri oleh produk impor.

Meski begitu, Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) tersebut belum bisa memperkirakan penghematan biaya operasional yang  bisa dinikmati perusahaan bila penghapusan rekening minimum 40 jam telah diterapkan. "Mesti dihitung karena belum terima persisnya seperti apa yang disetujui," ujar dia.

Persetujuan pemerintah terkait stimulus tersebut sebelumnya disampaikan oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, Selasa (23/6).

Agus mengatakan, industri sudah ada yang mengalami penurunan utilisasi hingga 40% saat pandemi Covid-19. Sehingga penggunaan listrik tidak maksimal. "Namun, mereka harus bayar 40 jam, itu cukup memberatkan," kata Agus.

(Baca: Aturan Minimal Listrik 40 Jam Dihapus, Industri Tekstil Hemat Rp 1 M)

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2011 tentang Tarif Listrik yang disediakan oleh Persero PT Perusahaan Listrik Negara, tarif dasar listrik untuk keperluan industri diterapkan dengan rekening minimum 40 jam nyala dikali daya tersambung (misalnya 1.300 VA atau 2.200 VA) dikali biaya pemakaian (tarif listrik).

Aturan tersebut membuat sejumlah industri membayar listrik yang tidak digunakan. Oleh karena itu, dia menyampaikan kepada Presiden Jokowi agar pemerintah memberikan stimulus penghapusan aturan minimum pemakaian selama 40 jam bagi industri.

Dengan adanya kebijakan inia diharapkan membantu industri yang mengalami kesulitan arus kas terlebih di masa pademi. "Itu disetujui. Sekarang tinggal bagaimana implementasinya, kita kawal," ujar dia.

Reporter: Rizky Alika