Biaya Operasi Naik Selama Corona, Pengusaha Dilema Kerek Harga Sepatu
Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) memperikirakan biaya operasional perusahaan naik seiring dengan adanya kewajiban penerapan protokol kesehatan pencegahan virus corona. Meski demikian, pengusaha tak bisa serta merta menaikkan harga barang karena pertimbangan faktor daya beli.
"Sekarang semua karyawan wajib rapid test, yang mana biayanya dibebankan kepada perusahaan. Sehingga ini akan nambah biaya. Ini siapa yang menanggung? Pasti kepada harga (sepatu)," kata Direktur Eksekutif Aprisindo Firman Bakri kepada Katadata.co.id, Kamis (25/6).
Namun, asosiasi belum menghitung detail kenaikan biaya operasional dan distribusi karena sebagian besar industri alas kaki sampai saat ini masih belum produksi. Hal ini dikarenakan, permintaan sepatu saat ini masih minim ditambah lagi stok di pasar masih melimpah.
(Baca: 7 Sektor Usaha Lesu, Kadin: 6,4 Juta Tenaga Kerja Terdampak Covid-19)
Selain kewajiban memenuhi higienitas dalam proses produksi dan distribusi, kondisi lain yang menurutnya cukup memberatkan ialah kewajiban pengunaan bahan baku lokal. Hal itu menurutnya tak menjadi soal selama kualitasnya bagus dan memiliki harga kompetitif.
Namun, yang kerap ditemukan ada kualitas bahan baku lokal yang tak begitu baik dan harganya lebih mahal, sehingga biaya produksi sepatu ikut melambung.
"Kalau bahan baku biayanya tinggi, harga produk kita juga akan mahal. Ini yang kami khawatirkan dapat mendorong inflasi sektor tertentu. Sementara di sisi lain daya beli menurun yang membuat sulit mencocokan harga," kata dia.
Sehingga, strategi yang bisa dilakukan pengusaha dalam menciptakan permintaan sepatu di masyarakat yakni dengan memberi diskon untuk produk-produk stok. "Sebab, jika industri mulai produksi lagi, barang dijual kita khawatir akan ada kenaikan harga," ujarnya.
Seperti diketahui, pandemi corona telah memberi pukulan berat terhadap sektor industri alas kaki dalam negeri. Dengan omzet yang tak menentu, mayoritas pengusaha sektor ini diperkirakan hanya mampu mempertahankan bisnisnya tanpa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) selama tiga bulan.
(Baca: Usaha Lesu Akibat Corona, Asosiasi Sepatu Usul Bayar THR Semampunya)
Firman sebelumnya mengatakan, banyak pesanan alas kaki untuk pasar dalam negeri maupun ekspor dibatalkan atau ditunda akibat pandemi corona.
Untuk segmen ekspor, beberapa permintaan pasar produk sepatu seperti dari Amerika Serikat (AS), Eropa dan Tiongkok ikut menurun akibat corona. Akibat lesunya permintaan di domestik dan ekspor, beberapa pabrik mulai berhenti produksi.
Sedangkan pabrik yang berproduksi saat ini, kebanyakan mengerjakan pesanan sebelumnya dari beberapa brand-brand global sebanyak lima juta pasang.