Terancam Kemarau & Corona, Stok Beras Perlu Dijaga hingga Akhir Tahun

ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/aww.
Pekerja menata karung berisi beras di gudang Perum Bulog Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Rabu (24/6/2020).
Penulis: Ekarina
3/8/2020, 20.48 WIB

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta meminta agar pemerintah memastikan ketersediaan beras hingga akhir tahun. Langkah ini diperlukan menyusul terjadinya musim kemarau dan pademi corona karena dapat mempengaruhi ketersediaan beras.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian, jumlah produksi beras pada semester I  2020 menunjukkan adanya penurunan yakni diperkirakan hanya mencapai 16,8 juta ton atau 9,7% lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu.

Alhasil, menurutnya Kementerian Pertanian memaksimalkan penghujung musim tanam untuk memanfaatkan musim penghujan yang masih berlangsung di beberapa wilayah di Indonesia.

"Hal ini menandakan kondisi iklim yang tak menentu masih menjadi tantangan bagi produksi beras dan komoditas pangan lainnya," kata Felippa di Jakarta, Senin (3/8).

Dia menambahkan, musim kemarau biasanya hanya menyumbang sekitar 35% dari total produksi beras tahunan, berdasarkan data World Food Programme (WFP) pada 2020.

Meski pasokan lebih dari cukup untuk memenuhi permintaan domestik pada semester pertama dengan surplus 6,4 juta ton, ada kekhawatiran mengenai ketersediaan beras menjelang akhir tahun dan awal tahun depan.

Di sisi lain, meski beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia, namun impor beras dibatasi oleh 54 hambatan non-tarif (Non-Tariff Measures/NTM). Hambatan ini sebagian besar berupa tindakan Sanitary Phytosanitary untuk menjaga kesehatan, keamanan, dan kualitas (61%), diikuti oleh Hambatan Teknis Perdagangan (11%).

Pembatasan utama perdagangan beras di antara NTM ini dinilai sebagai pembatasan kuantitatif. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan 01/2018, beras hanya dapat diimpor oleh Bulog.

Impor tersebut juga harus menerima otorisasi resmi dari Kementerian Perdagangan yang membutuhkan rapat koordinasi menteri dan diselenggarakan oleh Kemenko Perekonomian yang melibatkan Bulog, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pertanian.

"Keputusan untuk mengimpor beras harus mempertimbangkan stok beras Bulog, perbedaan harga, dan atau produksi beras nasional yang diproyeksikan. Prosesnya sendiri lama," kata dia. 

Adapun Covid-19 menurutnya dapat menyebabkan kapasitas distribusi dan logistik semakin rendah, dapat membuat pemasukan beras menjadi lebih lama.

Sementara itu, Perum Bulog sebelumnya mengatakan bakal menjamin pasokan beras dengan memaksimalkan penyerapan di dalam negeri. 

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan, Bulog terus menyerap gabah dan beras petani pada musim panen raya untuk menjaga stok.  Perusahan mencatat hingga pekan keempat Juli 2020, realisasi pengadaan beras dalam negeri telah mencapai 850 ribu ton di seluruh Indonesia.

Realisasi penyerapan tersebut setara 60,7% dari target. Hingga akhir tahun, Bulog menargetkan pengadaan beras dalam negeri mencapai 1,4 juta ton. "Pada saat kondisi panen di seluruh wilayah Indonesia, Bulog menjamin semua wilayah dapat dijangkau oleh satker Bulog," kata Budi dalam keterangan tertulis Bulog, Selasa (28/7).

Penyerapan gabah dan beras itu dilakukan untuk memupuk stok cadangan pemerintah guna memenuhi kebutuhan sampai akhir tahun. Selain itu, pengadaan ini juga demi menggerakkan perekonomian petani dan memulihkan roda perekonomian nasional. 

Reporter: Antara