Mendag Agus Ingin Konsumen Lebih Berani untuk Protes ke Produsen

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.
Warga berbelanja di salah satu toko di Pasar Baru, Jakarta, Senin (6/7/2020). Indeks Keberdayaan Konsumen Indonesia sebesar 41,7 dinilai masih rendah. Nilai tersebut berarti masyarakat telah mengerti hak dan kewajibannya sebagai konsumen namun masih enggan membela diri atau komplain jika produk atau jasa yang dikonsumsinya tidak bermasalah atau tidak sesuai standar.
Penulis: Rizky Alika
3/9/2020, 15.19 WIB

Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto menilai konsumen Indonesia sudah mengenali hak dan kewajibannya, serta mampu menentukan pilihan dalam konsumsi. Namun konsumen masih enggan mengajukan protes atau keluhan jika barang atau jasa yang dikonsumsinya bermasalah.

Hal ini terlihat dari Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) yang berada pada level 41,7 pada 2019. Menurut Mendag, IKK merupakan parameter masyarakat di suatu negara memiliki keberanian sebagai konsumen untuk mengeluh atau membela diri jika merasa tidak puas atau dirugikan oleh produsen atas produk atau jasa.

"IKK sebesar 41,7 masih rendah. Tahun ini Kemendag targetkan IKK meningkat sekurang-kurangnya di 42," kata Agus dalam Webinar Pelindungan Konsumen di Masa New Normal secara virtual, Kamis (3/9).

Oleh karena itu, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan perlindungan konsumen tanpa mengesampingkan peranan pelaku usaha. Salah satunya melalui gerakan konsumen cerdas dalam upaya perlindungan konsumen.

Pemerintah juga menerbitkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Namun, aturan ini dianggap belum efektif dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi konsumen.

Selain itu, pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden nomor 13 tahun 2012 tentang Hari Konsumen Nasional (Harkonas). Harkonas, lanjut dia, menjadi momentum untuk meningkatkan pemahaman konsumen terhadap hak dan kewajibannya, meningkatkan kecerdasan dan kemandirian, serta menumbuhkan nasionalisme mengkonsumsi produk.

Adapun pandemi corona telah mengubah pola konsumsi dan transaksi masyarakat. Setelah Covid-19 mewabah, berbelanja secara seluler atau digital menunjukkan tren peningkatan. Masyarakat paling banyak bertransaksi menggunakan ponsel secara online. Pertumbuhannya mencapai 45%.

Sebaliknya, berbelanja langsung di toko fisik berkurang hingga 50%. Mendag menilai perubahan tersebut perlu diikuti dengan aturan yang mendukung aktivitas perdagangan berbasis digital.

Pemerintah pun menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik untuk melindungi konsumen yang saat ini lebih cenderung melakukan transaksi secara digital untuk pemenuhan konsumsinya.

Terakhir, Mendag menegaskan akan menggalakkan perlindungan konsumen melalui pendidikan usia dini, membina pelaku usaha agar memenuhi standar dan pengendalian mutu, pengawasan barang beredar serta pengukuran takaran secara tepat hingga memastikan tertib niaga di semua pasar dan gerai transaksi perdagangan.

"Konsumen yang cerdas dan berdaya adalah konsumen yang meminta kejelasan dan kejujuran atas produk yang dibeli," ujar dia.

Reporter: Rizky Alika