Pemerintah tengah membidik pasar ekspor baru ke negara nontradisional seperti Amerika Latin. Salah satu negara yang potensial dibidik yakni Uruguay dengan komoditas unggulan yang diperdagangkan berupa furnitur.
Pada semester I 2020, Uruguay tercatat mengimpor produk furnitur asal Indonesia senilai US$645 ribu. Duta Besar Indonesia untuk Argentina merangkap Paraguay dan Urugay Niniek Kun Naryati mengatakan, laporan ini menunjukkan furnitur Indonesia berpeluang untuk terus ditingkatkan ke negara tersebut, khususnya menyasar sektor pariwisata.
Niniek mengatakan, kota Punta del Este di Uruguay merupakan tempat berhentinya kapal pesiar yang ingin menjelajahi Amerika Latin. Kota ini kerap menjadi tempat perputaran ekonomi tinggi dan sangat terbuka terhadap produk impor.
"Potensi ini perlu dilirik lagi karena bukan hanya untuk pasar domestik, tetapi juga mancanegara, misalnya furnitur, bedding, juga home decor untuk pariwisata,” kata Niniek dalam webinar Potensi Bisnis Indonesia-Argentina, Paraguay, dan Uruguay, Jumat (4/9).
Dia menambahkan, pengusaha importir Argentina di bidang home decor biasanya hanya mengimpor satu hingga sampai dua kontainer dari Indonesia yang kebanyakan dari Bali dan Jawa.
"Selama pandemi ini, impor melonjak 12 kontainer. Ini banyak orang pegang uang, tetapi tidak bisa belanja karena mal tutup dan jadi gemar belanja online. Meskipun pandemi, tetapi daya beli masyarakat masih tinggi dan tidak tahu uangnya untuk beli apa,” ujar Niniek.
Senada dengan Niniek, mantan Dubes RI untuk Argentina Jonny Sinaga juga melihat potensi perdagangan Indonesia dalam pasar di Amerika Latin. Ia menyatakan, permintaan produk furnitur Indonesia sangat besar.
“Terutama produk furnitur Indonesia sangat diminati walaupun jaraknya jauh. Sampai sekarang menanyakan lagi apa yang dimiliki pengusaha Indonesia. Di sini, Uruguay memiliki potensi yang sangat besar,” kata Jonny.
Data Kementerian Perdagangan mencatat, nilai perdagangan antara Indonesia dan Uruguay trennya naik 4,71% pada 2015 hingga 2019. Namun, perdagangan Indonesia terhadap Uruguay masih mengalami defisit.
Sejumlah komoditas yang diekspor Indonesia ke negara tersebut di antaranya tekstil, alas kaki, karet dan mebel. Sedangkan Indonesia mengimpor kulit, sereal, pewarna kulit, makanan laut dan kayu.
Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan Amenrop Kemenlu RI Ben Perkasa Drajat mengatakan, Indonesia semestinya meningkatkan lagi produk potensial, seperti furnitur kayu.
Apalagi, negara Amerika Latin membentuk Mercosur atau Pasar Umum Amerika Selatan. Beberapa negara yang tergabung di dalamnya yakni Brasil, Argentina, Paraguay, dan Uruguay.
Dengan adanya kelompok tersebut, maka produk yang sudah dipasarkan di salah satu negara anggota Mercosur juga dapat beredar di negara anggota lainnya.
Konsul Kehormatan RI di Uruguay Nicolas Patrie mengungkapkan meskipun jumlah penduduk Uruguay hanya sekitar 3,5 juta jiwa, tetapi melalui kelompok dagang Mercosur ini akan menjangkau pasar yang lebih luas.
“Penduduk kami hanya berjumlah kecil dan pasar yang diciptakan mungkin tidak atraktif. Namun, Uruguay bisa menjadi laboratorium investasi di Amerika Latin karena adanya kesamaan dengan negara anggota lainnya,” ujar Nicolas.
Hal serupa juga diungkap Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebiajkan Kawasan Amerop Kementerian Luar Negeri Ben Perkasa Drajat. Menurutnya, Uruguay bisa menjadi pintu gerbang pengusaha Indonesia untuk dapat menciptakan pasar di Amerika Latin.
“Kalau terjadi perubahan kepemimpinan di Amerika Latin, maka kebijakan juga bisa berubah. Namun, kalau kita sudah terikat dengan Mercosur di sana, maka komitmen lintas batas negara 0%,”
Sehingga, eksportir bisa mencoba ke negara-negara yang gampang masuknya, negara kecil dan terbuka sebagai pintu masuk.
Tantangan Ekspor
Meskipun memiliki potensi keterjangkauan pasar luas, namun ekspor ke kawasan terdapat beberapa kendala yang dihadapi. Misalnya Negara Mercosur menerapkan tarif yang cukup tinggi untuk produk impor, yakni 0-20%, PPn 21%, plus pajak lokal 10%.
Selain itu, Argentina sebagai salah satu anggotanya juga menerapkan aturan impor yang sangat ketat. Menurut Dubes Niniek, pemerintah Argentina memberlakukan capital control sehingga masyarakat lokal hanya bisa menukar US$200 per bulan per orang. Hal ini menurutnya akan memberatkan bagi importir Argentina.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Niniek berharap penyelesaian perjanjian dagang PTA/FTA Indonesia dengan Mercosur dapat segera diselesaikan. “Mulai tahun ini pertemuan kedua antara RI dan Mercosur supaya ada kesamaan pandangan," katanya.
Tak hanya permasalahan penetapan pajak yang tinggi, kendala lain yang dihadapi eksportir dalam mengirim produknya ke negara Amerika Latin adalah komoditas Indonesia belum dikenal. Selain itu, untuk memasukkan produk Indonesia ke pasar Indonesia harus dilakukan dengan agen lokal.
Oleh karena itu, Kedubes RI menyelenggarakan program stand expo untuk komoditas Indonesia dan pertemuan bisnis. Rencananya, kegiatan ini akan diselenggarakan secara vitual dan eksportir Indonesia dapat mengirimkan katalog produk.
Dia pun meminta pelaku usaha tak ragu untuk mengirimkan proposal penawaran produk ke sana. "Kalau terkendala bahsa, kami bantu terjemahkan. Tapi kalau tidak punya produk, kami tidak bisa bantu untuk meningkatkan penetrasi pasar produk ke negara akreditasi,” katanya.
Reporter/Penyumbang Bahan : Agatha Lintang (Magang)