Efek Pandemi dan Pasar Lesu, Ekspor Minyak Sawit Turun jadi Rp 25 T

ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/NZ.
Petani memetik tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Desa Pasi Kumbang, Kecamatan Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Kamis (11/6/2020). Ekspor minyak sawit Agustus turun dibanding bulan sebelumnya karena efek corona.
Penulis: Ekarina
14/10/2020, 15.56 WIB

Pandemi corona masih memengaruhi permintaan minyak sawit global. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat, pada Agustus 2020, ekspor minyak sawit turun 9% menjadi US$  1,69 miliar atau Rp 25 triliun dibanding bulan sebelumnya US$ 1,86 miliar atau sekitar Rp 27,5 triliun.

Penurunan nilai ekspor minyak sawit sejalan dengan merosotnya volume ekspor periode Agustus sebesar 14,2% menjadi 2.683 ribu ton dibandingkan capaian Juli sebesar 3.129 ribu ton.

Namun demikian, harga rata-rata minyak sawit atau CPO periode Agustus naik menjadi US$ 703 per ton Cif Rotterdam dibandingkan periode Juli US$ 659 per ton.

"Penurunan volume ekspor ini diduga karena pengaruh Covid-19 yang belum mereda, " tulis  Gapki dalam keterangan resmi dikutip Selasa (14/10). 

Selain itu, kenaikan harga minyak sawit menyebabkan perbedaannya cukup besar dibandingkan dengan minyak nabati lain, khususnya minyak kedelai membuat sebagian pengguna beralih. Importir juga menunggu perubahan harga.

Berdasarkan tujuannya, ekspor minyak sawit ke negara tujuan utama yakni India pada Agustus menurun signifikan 36,4% atau 200 ribu ton.  Sedangkan ekspor ke Tiongkok turun 11 ribu ton atau 1,7% dibanding bulan sebelumnya.

Meski demikian, secara tahunan ekspor ke India pada periode tahun ini mencapai 600 ribu ton lebih tinggi dari 2019, sedangkan ke Tiongkok turun sekitar 2 juta ton.

Penurunan ekspor yang terbesar lainnya juga tercatat di pasar Timur Tengah. Yang mana ekspor minyak sawit RI Agustus turun hampir 100 ribu ton  atau 36,13% dibanding Juli 2020, dan menurun 11% secara tahunan.

Menurut jenis produknya, ekspor ekspor CPO turun 46 ribu ton, olahan CPO turun 142 ribu ton, laurik turun 58 ribu ton. Sedangkan oleokimia meningkat  5 ribu ton.

Sedangkan pada Januari hingga Agustus 2020, total volume ekspor turun 11% dibanding 2019 dengan kontributor penurunan utama dari ekspor produk olahan CPO sebesar 16,1%.

Produksi dan Konsumsi Dalam Negeri Naik

Produksi minyak sawit Indonesia mulai menunjukkan pemulihan. Produksi  Agustus 2020 tercatat mencapai 4,2 juta ton atau sama seperti produksi Agustus tahun 2019. Meskipun secara total, Januari hingga Agustus 2020 produksi minyak sawit dalam negeri 6,7% lebih rendah dibandingkan produksi 2019.

Peningkatan produksi terjadi selain karena mengikuti siklus musim, juga akibat tanaman sudah mulai pulih setelah melalui fase pemupukan semester 1 2020.

Di sisi lain, konsumsi minyak sawit dalam negeri untuk produk pangan dan oleokimia selama dua bulan terakhir meningkat. Dibandingkan dengan bulan Juli, konsumsi minyak sawit untuk pangan periode Agustus naik sekitar 1,9% menjadi 654 ribu ton.  Sedangkan konsumsi untuk oleokimia naik 2% menjadi
151 ribu ton.

Sebaliknya, konsumsi biodiesel turun 9,8% menjadi 576 ribu ton sehingga secara secara total, konsumsi minyak sawit dalam negeri pada Agustus lebih rendah 3,3% dibandingka konsumsi periode Juli.

Secara kumulatif, periode Januari dan Februari  atau sebelum pandemi, konsumsi minyak sawit dalam negeri, 16% lebih tinggi dibanding periode yang sama pada 2019. Total konsumsi tersebut turun menjadi 3% hingga Juni dan Juli serta makin menyusut 2,5% hingga Agustus.

"Penurunan utama terjadi pada penggunaan untuk pangan. Secara tahunan sampai dengan Agustus 2020 konsumsi  turun 14,9%. Sedangkan untuk oleokimia dan biodiesel sampai dengan Agustus kemarin naik masing-masing 45,3% dan 26,9%," tulis Gapki. 

Gapki menilai, tren kenaikan produksi yang bersamaan dengan kenaikan harga  memberi kesempatan bagi Indonesia untuk meningkatkan devisa melalui ekspor sawit.

Adapun Tiongkok merupakan salah satu negara yang potensial dibidik lantaran dinilai mulai pulih dari Covid-19. Sehingga, Indonesia berpeluang besar mengejar ketertinggalan ekspor ke Negeri Panda dari tahun lalu.

Selain itu, peningkatan konsumsi pangan dan oleokimia selama dua bulan terakhir memberi harapan kepulihan konsumsi dalam negeri.

Pada kesempatan terpisah, Direktur Utama PT Astra Agro Tbk, Santosa mengatakan karantina wilayah atau lockdown diakui sempat mengganggu permintaan sawit. 

 Namun, permintaan komoditas ini berpotensi membaik beberapa waktu mendatang disebabkan peningkatan demand dari dari Tiongkok dan India.

"India dan Tiongkok tampaknya akan mulai mengimpor lagi bulan depan karena ada hari raya besar. Tiongkok akan merayakan Imlek tahun depan,  sehingg mereka mulai memesan dari sekarang," katanya dalam Markplus Industry Roundtable, Selasa (13/10).

Dengan situasi yang belum sepenuhnya stabil saat ini, dia pun memperkirakan volume penjuala sawit perseroan turun 10% dibanding tahun lalu.