Pandemi corona mengubah tren bisnis kopi pada 2021. Pemilik usaha kedai kopi diperkirakan semakin bersaing memperebutkan pelanggan dengan sajian minuman kopi berkualitas, harga terjangkau dan konsep gerai lebih sederhana.
Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia, Moelyono Soesilo mengatakan pandemi corona menyebabkan permintaan dan konsumsi kopi dari hulu hingga hilir menurun.
Dari sisi hulu, permintaan kopi arabika mengalami penurunan baik di sisi ekspor maupun perdagangan lokal. Sedangkan robusta mengalami anomali, karena pada awal pandemi permintaan naik cukup tinggi didorong kekhawatiran terjadinya karantina wilayah (lockdown).
Pandemi yang terjadi di seluruh dunia, juga mengubah kebiasaan orang tetap di rumah (stay at home) dan bekerja dari rumah (work from home/WFH). Hal ini ikut mengubah kebiasaan orang menikmati kopi di kedai atau kafe, sehingga bisnis hilir terpukul.
Kafe kini tidak lagi dikunjungi sebagai tempat pertemuan (meeting point) atau lokasi bekerja selama pandemi dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Selain itu, dengan kondisi perekonomian saat ini konsumen cenderung membelanjakan uangnya untuk kebutuhan primer dibandingkan kebutuhan nonpremier.
"Sehingga ada pergeraseran konsumsi kopi konsumen dari kafe high class ke tempat lebih sederhana. Kedai kopi pinggir jalan dengan ruang terbuka kini peminatnya banyak," katanya dalam diskusi Indonesia Industry Outlook 2021 pekan lalu.
Hal ini mengakibatkan pemilik kedai kopi menanggung biaya operasional yang tinggi. Oleh sebab itu, pebinsis kopi kini mulai berpikir menawarkan produknya dengan harga lebih terjangkau. Sebaliknya, kedai kelas menengah mulai serius meningkatkan kualitas.
Sehingga ke depan, orang akan lebih memilih kopi premium dengan harga yang wajar. "Mungkin nanti harganya bisa antara 10-20 ribu lebih. Tapi jangan keliru, itu bukan kopi biasa, semua akan berlomba menyajikan kopi yang bagus dengan harga reasonable," katanya.
Sementara bisnis kopi kekinian dengan kedai kecil berkonsep grab and go masih tetap diminati asalkan melakukan penyesuaian, mendiversifikasi produk dan memperhatikan isu kesehatan.
Bisnis Kopi Kekinian
Pelaku usaha kopi kekinian, Kopi Kenangan mengaku tak khawatir dengan persaingan bisnis kopi ke depan. Termasuk hadirnya waralaba kopi yang asing di segmen kopi literan atau promosi harga.
Menurut perusahaan, banyaknya pesaing akan semakin baik bagi ekosistem bisnis kopi. Terlebih lagi, preferensi konsumen di bisnis kopi juga ditentukan oleh rasa sehingga kualitas memiliki peranan penting dalam penjualan produk.
"Ke depan kami akan tetap bermain di harga kompetitif, di samping tetap mengembangan gerai offline dan ekspansi penjualan melalui aplikasi digital," kata PR & Communications Manager Kopi Kenangan, Ruth Davina kepada katadata.co.id, Senin (11/9).
Hingga saat ini, Kopi Kenangan menurutnya telah memiliki 400 gerai di sejumlah lokasi. Jumlah gerai ditergetkan mencapai 500 unit hingga akhir tahun.
Pada 2021, ekspansi gerai offline akan tetap dilanjutkan terutama di luar Jawa. Perusahaan juga sebelumnya berencana melebarkan sayap dengan ekspansi ke Asean, namun harus tertunda karena ada pandemi corona.
Sebagai gantinya, Kopi Kenangan akan meluncurkan brand dan produk baru di segmen makanan. Bisnis ini merupakan pelengkap dari usaha kopi yang sudah ada sebelumnya.
Ruth juga mengatakan, beberapa merek yang akan diluncurkan ini merupakan pengembangan sendiri. Namun, perusahaan juga tidak menutup kemungkinan mengakuisisi merek lain yang dinilai menarik dan kompetitif.
Pada tahun lalu, Kopi Kenangan mendapatkan pendanaan seri A sebesar US$ 20 juta atau setara Rp 280 miliar. Pendanaan dipimpin oleh Sequoia India dengan beberapa investor lain yang berpartisipasi termasuk rapper Jay-Z dan petenis Serena Williams.
Seperti diketahui, krisis kesehatan Covid-19 menyebabkan gerai kopi mulai lesu. Tutupnya pusat belanja dan pembatasan jam operasional fasilitas publik seperti stasiun dan sebagainya turut memukul usaha gerai kopi.
Agar bisa bertahan di tengah situasi saat ini dan merespons permintaan konsumen yang berada di rumah, beberapa kedai kopi pun ikut menjual penjual kopi dalam konsep literan. Maxx Coffee, Roempi Coffee, Kopitagram, dan menjual kopi dengan satuan liter di e-commerce.
Starbucks juga menjual kopi literan seperti Emerald Green Tea Latte, Creamy Vanilla Latte, Hibiscus Tea Lemonade. Produk ini bisa dipesan melalui GoFood dan GrabFood.
Sementara itu, riset Inventure dan Avara menunjukkan, terbatasnya aktivitas di luar rumah menyebabkan konsumsi kopi sachet meningkat. Kopi sachet menempati urutan pertama sebagai kopi yang paling diminati konsumen selama pandemi yaitu sebesar 48,4%.
Berikutnya, kopi kemasaan sebesar 36,3% dan paling akhir adalah paket manual brew yaitu 16,7%.
"Pandemi telah mengubah secara drastis perilaku para penikmat kopi. Di era leisure economy konsumen lebih suka nongkrong di kedai kopi, kini di era pandemic economy mereka terpaksa beralih ngopi di rumah," ujar Managing Partner Inventure Yuswohady, dalam risetnya.
Berdasarkan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian konsumsi kopi nasional pada 2016 mencapai sekitar 250 ribu ton dan tumbuh 10,54% menjadi 276 ribu ton.
Konsumsi kopi Indonesia sepanjang periode 2016-2021 diprediksi tumbuh rata-rata 8,22%/tahun. Pada 2021, pasokan kopi diprediksi mencapai 795 ribu ton dengan konsumsi 370 ribu ton, sehingga terjadi surplus 425 ribu ton.