Pemerintah memperkirakan kinerja industri manufaktur bisa kembali positif atau mencapai level ekspansif pada kuartal IV 2020. Hal ini ditandai oleh sejumlah indikator peningkatan produksi maupun investasi.
Kinerja industri diperkirakan terus membaik, setelah pada kuartal III 2020 industri manufaktur tumbuh 5,25% dibanding kuartal sebelumnya. Pencapaian ini dinilai positif, sebab di kuartal II Indonesia sudah mencapai posisi terendah.
“Di kuartal II kita sempat berada di fase rock bottom, mudah-mudahan ke depan terus menunjukkan proses pemulihan,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam Talkshow update Komite Penanganan Coronavirus Disease 2019 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Senin (9/11).
Di sisi lain, Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Oktober sebesar 47,8. Angka ini naik tipis dari 47,2 pada September 2020 maupun pada saat awal pandemi di Maret-April yang menyentuh level terendah 27,5 poin.
Sehingga pada kuartal IV 2020, dia memperkirakan PMI kembali ke 50 atau mencapai level ekspansif. Terlebih, banyak perusahaan mengajukan Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI). Hal ini menunjukkan, resiliensi atau kemampuan beradaptasi industri di tengah situasi sulit cukup tinggi.
Jika dibandingkan dengan kuartal II 2020, geliat sektor industri kuartal III jelas menunjukkan pertumbuhan. Namun, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, tahun ini sektor industri masih tertekan.
Sebagai contoh, produksi mobil pada kuartal III 2020 mencapai 113,650 unit. Jika dibandingkan secara year on year (YoY) turun 68,47%. Demikian pula dengan produksi semen, yang di kuartal III pun tercatat 18,1 juta ton atau naik 42,9% dibanding kuartal sebelumnya. Namun, jika dibandingkan kuartal III tahun lalu, produksi semen menurun 9%.
“Kita sudah melihat buttom linenya, sehingga kurva positif sudah terlihat dari seluruh sektor industri di kuartal-III,” kata dia.
Untuk mencegah gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Agus memastikan seluruh sektor industri terus beroperasi. Jika sektor industri tetap di buka, investasi yang masuk pun cenderung meningkat.
“Kita lihat pada saat pandemi, investasi untuk sektor industri di Januari – September 2020 naik 37%,” ujar Agus.
Dengan berbagai indikator ini, dia pun optimistis pada kuartal IV, kinerja industri manufaktur kembali pulih.
Hal berbeda justru diungkapkan Kepala Ekonom IHS Markit Bernard AW. Industri manufaktur diperkirakan masih akan lesu di kuartal IV 2020 karena PMI masih terkontraksi di bawah level 50. Kondisi ini menujukkan penurunan lebih jauh jika mengacu kondisi kesehatan manufaktur.
Meski demikian, produsen barang di Indonesia masih berusaha bangkit guna mengatasi permintaan yang menurun, naiknya biaya tambahan dan pembatasan akibat Covid-19.
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) telah diterapkan, dampaknya akan terlihat sampai November. Selagi kasus Corona masih berlanjut dan vaksin belum didistribusikan, hal ini menjadi pemicu belum optimalnya permintaan maupun aktivitas manufaktur.
Ekonom Center Of Reform on Economics Yusuf Rendy Manilet mengatakan peningkatan PMI tidak terlepas dari pelonggaran PSBB yang sudah dilakukan di Jakarta sejak pertengahan Oktober bulan lalu.
Namun, indeks masih berada di level kontraksi karena pelaku usaha masih wait and see apakah ada kemungkinan kebijakan PSBB kembali akan diberlakukan.
"Karena masih berada di level kontraksi indeks PMI belum bisa menggambarkan tanda pemulihan yang optimal," kata Yusuf kepada Katadata.co.id, Rabu (4/11).
Selanjutnya, dia menilai, perlu dilihat apakah pada bulan November indeks PMI akan kembali meningkat dan berada di level ekspansi. Dari hasil tersebut, baru bisa diambil kesimpulan apakah ekspansi pelaku usaha sudah terjadi.