Masker dan APD Impor Serbu RI, Kemenperin Kaji Kenaikan Bea Masuk

ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/foc.
Warga melintas di dekat mural bergambar monster COVID-19 berhadapan dengan umat Hindu yang menggunakan masker di Denpasar, Bali, Senin (16/11/2020).
Editor: Yuliawati
11/12/2020, 17.35 WIB

Kementerian Perindustrian mengkaji kenaikan bea masuk untuk barang impor Alat Pelindung Diri (APD) dan masker dari luar negeri. Direktur Industri Tekstil, Kulit dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Elis Masitoh mengatakan bea masuk kemungkinan akan diberlakukan kembali 10%-15% seperti sebelum masa pandemi corona.
 
Kenaikan ini karena produsen di Tanah Air mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Selain itu, pemerintah berkepentingan menjaga kualitas masker dan APD untuk masyarakat. “Barang impor yang berkualitas rendah dapat merugikan masyarakat,” kata Elis kepada Katadata.co.id, Jum’at (11/12).

Elis mengatakan untuk menyesuaikan bea masuk kemungkinan membutuhkan waktu. Sehingga pemerintah juga akan menerapkan kebijakan pengendalian impor alat kesehatan yang sebelumnya melalui jalur khusus (special access scheme) tanpa izin edar, dikembalikan ke mekanisme izin edar dari Kementerian Kesehatan.

Pemerintah pada April 2020 saat awal pandemi sempat membebaskan 21 pos tarif terkait alat kesehatan yang dibutuhkan dalam menangani Covid-19. Ketika itu bea masuk nol untuk masker, pakaian pelindung, sarung tangan, penutup kepala, face shield, pelindung mata (google) dan alat pelindung kaki.

Pembebasan bea masuk ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai Serta Perpajakan Atas Impor Barang Untuk Keperluan Penanganan Pandemi Covid-19 per 17 April 2020.

Secara bertahap bea masuk ini diterapkan kembali untuk beberapa produk yang mampu diproduksi dalam negeri. "Pembebasan bea masuk kemungkinan masih diberlakukan untuk masker N95 yang belum diproduksi dalam negeri," kata Elis.

Elis mengatakan saat ini sebanyak 20%-30% produsen dalam negeri menahan produksi masker maupun APD. Penyebabnya produk impor yang masuk beredar dengan harga yang lebih murah, misalnya masker impor dijual dengan harga Rp 18 ribu–Rp 20 ribu per kotak isi 50 lembar. Sedangkan produk dalam negeri menjual Rp 40 ribu–Rp 50 ribu per kotak isi 50 lembar.

Adapun harga jual APD pun semakin murah, dia mencontohkan harga rata-rata APD pada Agustus dari Tiongkok Rp 700 ribu tiap satu kilogram dan pada September turun menjadi sekitar Rp 345 ribu per kilogram. "Kecenderungan harga impor yang semakin murah apabila tidak dilakukan intervensi oleh pemerintah, akan meningkatkan impor dan membuat industri dalam negeri semakin sulit berkembang, bahkan mengarah pada pemberhentian produksi APD dan masker,” ujar dia.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil menyatakan produsen dalam negeri mulai menyetop produksi masker dan APD. Mereka kalah bersaing dengan masker impor yang relatif murah tapi berkualitas rendah dan tidak memiliki izin edar.

API mengusulkan diberlakukan pembatasan impor, agar produk dalam negeri dapat bersaing dan kualitas produk dapat terjaga di pasaran. “Sebenarnya kapasitas industri dalam negeri sudah memenuhi kebutuhan dalam negeri, khususnya untuk APD dan masker. Maka dari itu, pengendalian impor perlu dilakukan agar kualitas produk terjaga, sekaligus meningkatkan daya saing di dalam negeri,” kata Rizal.

Perusahaan tekstil, PT Pan Brothers Tbk (PBRX) memperkirakan kebutuhan APD dan masker tahun depan akan berkurang seiring temuan vaksin. Pan Brother pun tak lagi memprioritaskan produksi masker dan APD. "Dalam growth plan, APD dan Masker di tahun depan mungkin hanya 30-40% dari kapasitas," kata Wakil Presiden Direktur Pan Brothers, Anne Patricia Susanto dalam paparan publik virtual, Rabu (3/12).

 
Pemerintah terus mengingatkan pentingnya masyarakat menggunakan masker, selain  mencuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak dari kerumunan untuk mencegah penularan corona. Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mencatat ada 94 kabupaten/kota yang tingkat kepatuhan warganya dalam memakai masker kurang dari 60% per 6 Desember 2020. Tingkat kepatuhan warga memakai masker di 153 kabupaten/kota sebesar 61%-75%. Berikut dalam Databoks: 

Reporter: Annisa Rizky Fadila

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan