Kemenperin: Investasi Manufaktur 2021 Capai Rp 323 T Efek UU Ciptaker

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.
Pekerja memantau proses produksi tisu basah di PT The Univenus Cikupa, Tangerang, Banten, Rabu (11/11/2020).
Editor: Yuliawati
28/12/2020, 15.46 WIB

Kementerian Perindustrian memperkirakan investasi menjadi penggerak pertumbuhan sektor industri pada tahun depan. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang memperkirakan investasi industri pengolahan nonmigas atau manufaktur pada 2021 mencapai Rp 323,56 triliun.

"Setelah naik 37,1% dibandingkan periode yang sama pada 2019, investasi sektor industri pengolahan pada 2021 diproyeksikan naik hingga mencapai Rp 323,56 triliun," kata Agus dalam konferensi pers akhir tahun 2020 di kantornya, Jakarta, Senin (28/12).

Minat investasi diperkirakan meningkat, kata Agus, karena adanya aturan Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) serta komitmen pemerintah untuk menyelesaikan aturan turunannya. Tak hanya itu, kondisi investasi di Tanah Air dianggap bersahabat bagi investor.

Selain itu, ia memperkirakan rencana relokasi beberapa pabrik dari Tiongkok akan terealisasi tahun depan. Agus pun menyatakan telah menemui sejumlah perusahaan Amerika Serikat (AS) yang berminat untuk memindahkan pabrik dari Tiongkok ke Indonesia.

Apalagi perusahaan asal AS tersebut kerap mengirimkan kembali produknya ke Negeri Paman Sam. Indonesia pun telah memiliki fasilitas Generalized System of Preference (GSP) yang akan memudahkan proses ekspor ke AS.

Agus memproyeksikan, investor akan berminat pada sektor yang mengalami pertumbuhan pada tahun depan, seperti industri makanan dan minuman, logam, serta kendaraan bermotor berbasis baterai dan listrik.



Kementerian Perindustrian pun memperkirakan, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) industri makanan bakal tumbuh 4,49% pada tahun depan, sedangkan industri minuman tumbuh 4,39%.

Kemudian, PDB industri kendaraan bermotor diperkirakan tumbuh sebesar 7,72% pada 2021. Sementara, industri logam dasar diperkirakan tumbuh 2,02%. Selain itu, ada pula industri kullit, barang kulit, dan alas kaki yang tumbuh 8,20% serta barang galian bukan logam yang tumbuh 7,36%.

Secara keseluruhan, pertumbuhan Industri pengolahan non migas pada tahun depan diproyeksikan naik menjadi 3,95% secara tahunan. Hal ini dengan diasumsikan pandemi Covid-19 dapat dikendalikan serta sudah ada vaksin virus corona. "Pada 2021, diproyeksikan semua subsektor industri mampu tumbuh positif," ujar dia.

Sebagai informasi, Kemenperin memperkirakan total investasi industri pengolahan pada 2020 mencapai Rp 265,28 triliun. Proyeksi tersebut tumbuh 24,4% dari capaian 2019 sebesar Rp 213,11 ttriliun.

Kontraksi investasi industri pengolahan yang cukup rendah dibandingkan negara ASEAN di tengah pandemi dan rencana relokasi beberapa pabrik ini menggambarkan daya tarik Tanah Air. "Ini membuktikan bahwa Indonesia menjadi salah satu destinasi investasi paska pandemi Covid-19," ujar Agus.

Sebelumnya, realisasi investasi dari seluruh sektor industri pada semester I 2020 mencapai Rp 129,6 triliun. Capaian tersebut naik 23,9% jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 104,6 triliun.

Kontribusi terbesar investasi yakni sektor industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dengan realisasi investasi mencapai Rp 45,2 triliun. Kemudian industri makanan menyusul dengan Rp 26,6 triliun, dan industri kimia dan farmasi Rp 19,5 triliun. Sedangkan, industri mineral non-logam merealisasikan investasinya sebesar Rp 6,1 triliun, disusul industri kendaraan bermotor dan alat transportasi sekitar Rp 6 triliun.

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sektor industri memberikan kontribusi signifikan terhadap perolehan devisa pada periode Januari-Juni 2020, dengan menyumbang 32,2% dari total nilai investasi yang tercatat sebesar Rp 402,6 triliun.

Bangkitnya sektor manufaktur atau pengolahan juga terlihat dari data Purchasing Manager's Index manufaktur Indonesia naik hampir tiga poin dari 47,8 pada Oktober menjadi 50,6 pada November. Berdasarkan survei yang dilakukan IHS Markit, indeks manufaktur Indonesia naik hampir tiga poin dari 47,8 pada Oktober menjadi 50,6 pada November. PMI Index 50 ke atas menunjukkan ekspansi pada sektor manufaktur.



Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan, angka PMI di atas 50 menunjukkan kondisi manufaktur yang mulai ekspansif. Meski masih terbatas, kondisi ini sudah lebih baik dibandingkan dua bulan terakhir yang masih masuk dalam fase kontraksi.

"Kami berharap secara gradual ekspansi industri mampu menjadi pijakan bagi pemulihan ekonomi yang berkelanjutan. Kami berharap pemulihan ekonomi ini pelan tetapi ajeg," katanya.

Reporter: Rizky Alika