Atasi Kelangkaan di Masa Depan, Batan Kembangkan Varietas Baru Kedelai

ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/hp.
Pekerja membuat tempe di sentra perajin tempe Sanan, Malang, Jawa Timur, Senin (4/1/2021). Batan meluncurkan varietas kedelai baru yang lebih cepat berbuah untuk mengatasi masalah kelangkaan kedelai di masa mendatang.
13/1/2021, 17.16 WIB

Badan Tenaga Nulir Nasional (Batan) meluncurkan varietas kedelai baru yang bernama Sugenta I dan Sugenta II. Batan mengklaim varietas kedelai ini lebih cepat berbuah sehingga diharapkan dapat mengatasi masalah kelangkaan kedelai di masa mendatang.

Kepala Batan Anhar Riza Antariksawan mengatakan dua varietas kedelai ini memiliki kandungan protein sebesar 39,82%, lebih tinggi dari kandungan lebih dari kandungan protein kedelai impor yang sebesar 37,61%. Varietas ini juga memiliki masa panen kurang dari 70 hari.

"Inisiasi ini diharapkan bisa mendongkrak produktivitas kedelai nasional karena potensi yang dimiliki varietas ini cukup besar," kata Riza dalam konferensi pers virtual, Rabu (13/1).

Riza mengatakan varietas ini melibatkan introduksi teknologi, demonstrasi teknologi, demo farm, pembinaan penangkar juga inklubasi pengusaha tani.

Melalui langkah ini, daerah bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, sekaligus meningkatkan pendapatannya, sehingga mampu menggerakkan perekonomian daerah.

Melalui langkah ini pula, diharapkan pengusaha maupun petani baru dapat menjadi produsen kedelai. Pasalnya, saat ini petani cenderung sulit menanam kedelai karena minimnya ketersediaan lahan.

“Perlu diingat pula saat ini petani tidak mampu bersaing dengan kedelai impor. Faktornya karena harga cenderung murah, Karena itu mereka lebih memilih menanam jagung karena lebih mudah,” kata dia.

Senada, Peneliti Kedelai di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi Batan, Arwin, menambahkan bahwa varietas kedelai Sugentan I dan Sugentan II cepat berbuah. Dia mencontohkan, biasanya petani membiarkan lahannya kosong selama dua bulan karena menunggu musim hujan berikutnya.

Databoks berikut menunjukkan volume dan nilai impor kedelai Indonesia:

Selama dua bulan tersebut, petani bisa menanam kedelai dengan varietas Sugenta I dan Sugenta II, sehingga tetap mendapatkan penghasilan. “Umur kedelai sudah diatur dibawah 70 hari. Sehingga, ini bonus bagi petani untuk menanami kedelai di lahannya,” kata Arwin.

Meski demikian bibit kedelai Sugentan I dan II masih belum bisa didistribusikan kepada petani karena masih menunggu rekomendasi resmi dan surat keputusan (SK) dari Kementerian Pertanian (Kementan). Kementan sendiri sudah menyetujui varietas ini.

Mendorong Ketersediaan Kedelai

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) M. Lutfi menyebutkan, permasalahan kedelai bukanlah hal mudah untuk dituntaskan. Karena adanya guncangan dari pasar global, Lutfi memprediksi harga kedelai terus melonjak sampai Mei 2021.

Keberadaan kedelai sempat langka pada awal 2021. Ketika produk pangan berbahan kedelai sudah kembali ke pasar, harganya menjadi lebih mahal. Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebutkan kenaikan harga kedelai karena permintaannya yang tinggi.

Untuk menjaga ketersediaan kedelai, setiap akhir bulan Kemendag akan menghitung harga wajar produk kedelai, juga menginformasikan harga kepada masayrakat.

“Ketika terjadi kenaikan harga, diharapkan masyarakat bisa mengerti. Apalagi 90% kebutuhan kedelai di Indonesia berasal dari impor,” kata Lutfi.

Hanya saja, pemerintah menekankan untuk memastikan pasokan kedelai tercukupi. Sehingga pengrajin tetap memproduksi tahu tempe, serta kondisi di dalam negeri bisa kondusif.

Dia melanjutkan, kalau misalnya tahun depan harga kedelai naik Rp 100, tentu kenaikan harga tahu dan tempe diharapkan tidak akan lebih dari itu. Menurutnya, ini dinamakan burden sharing.

Artinya, importir memastikan barang tetap ada dan pengrajin akan tetap memproduksi. “Kemudian nanti saya akan menginformasikan ke pasar bahwa harga kedelai sedang tinggi,” ujarnya.

Reporter: Annisa Rizky Fadila