Pedagang Daging Sapi Mogok Jualan, Pemerintah Bakal Umumkan Harga Baru

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.
Los daging tampak kosong akibat aksi mogok pedagang di Pasar Senen, Jakarta, Rabu (20/1/2021). Para pedagang daging sapi di sejumlah pasar di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) menggelar aksi mogok jualan mulai Rabu hingga Jumat (22/1) sebagai bentuk protes kepada pemerintah atas tingginya harga daging sapi yang sudah berlangsung sejak akhir 2020. Saat ini harga daging sapi mencapai sekitar Rp130 ribu per kilogram.
20/1/2021, 20.41 WIB

Pedagang daging sapi di Jabodetabek menggelar aksi mogok jualan akibat tingginya harga. Kenaikan harga daging lantaran importir sapi mendapatkan harga yang cukup tinggi dari negara produsen. Australia, misalnya, harga sapi pada Januari – Februari 2021 mencapai US$ 3,9 per kg bobot hidup sapi bakalan.

Terkait tingginya harga daging sapi, Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) telah berkoordinasi dengan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Syailendra, pada Selasa (19/1).

Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan, di antaranya pedagang sapi diminta setidaknya selama dua bulan ke depan untuk tidak menaikkan harga timbang hidup sapi di feedlot, yakni di kisaran Rp 47.000 – 48.500, atau setara harga karkas Rp 95.000 – Rp 98.000 per kg.

"Namun di saat yang sama pemerintah tidak bisa memaksa pedagang untuk berjualan, meski harus menanggung kerugian. Sebab, ini merupakan pilihan dari pedagang daging sapi," kata Ketua Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI), Asnawi.

Untuk menstabilisasi harga, pemerintah akan memberikan izin kepada para importir untuk melakukan impor sapi dari negara Meksiko dan sapi slaugther dari Australia. Namun, stabilitas harga harus mengutamakan ketersediaan pasokan kepada masyarakat, serta hanya menjaga harga daging stabil untuk periode jangka pendek.

Kemudian pemerintah segera memberikan pengumuman terkait kenaikan harga yang bersifat anomali. Bahwa, harga jual daging sapi tertinggi di tingkat pengecer Rp 130.000 per kg. Harga baru ini akan bertahan sampai dua bulan ke depan hingga jelang Ramadan.

Merujuk data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), per Rabu (20/1), harga daging sapi kualitas 1 sebesar Rp 123.150 per kg. Adapun harga daging sapi kualitas 2 Rp 112.950 per kg.

Adapun harga sapi tertinggi di wilayah Aceh yang mencapai Rp 140.850 per kg. Sementara harga daging sapi terendah Rp 105.000 per kg di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT).

Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet), Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Syamsul Ma’arif memastikan, saat ini stok sapi akan mencukupi. “Stok daging sapi dan kerbau, Insya Allah bulan ini aman,” ujarnya tanpa memerinci lebih jauh.

Solusi Jangka Panjang

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy menyebutkan, kenaikan harga sapi berpotensi merugikan pedagang karena daya beli yang belum pulih membuat konsumen mencari produk substitusi yang lebih murah.

"Hasilnya, pedagang sapi mengalami penurunan penjualan. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengecek stok produksi dalam negeri, dan melakukan operasi pasar untuk mengendalikan harga," ujarnya kepada Katadata.co.id, Rabu (20/1).

Yusuf mengingatkan agar kenaikan harga jangan sampai mengganggu alur distribusi. Karena itulah, pemerintah didorong untuk mengecek ketersediaan daging antar daerah, guna mencegah gangguan distribusi.

Daerah yang mempunyai surplus daging sapi, sambung Yusuf, dapat mengimpor sebagian produknya ke wilayah yang kekurangan. Tujuannya agar tidak ada ketimpangan sekaligus dapat memenuhi permintaan konsumen.

“Sedangkan jangka panjang, peningkatan produksi daging sapi perlu dipertimbangkan. Misalnya, pemerintah menunjuk BUMDES untuk pembibitan sapi potong,” kata dia.

Dihubungi terpisah, Econom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira menyatakan, pemerintah tidak boleh mengandalkan impor terus-menerus. Selain merugikan, impor dikhawatirkan memicu persoalan baru.

Dia menilai, kondisi saat ini merupakan kegagalan swasembada daging sapi. Sehingga, peternak sapi perlu didorong dengan pemberian insentif dan inovasi teknologi. “Kalau peternak sapi sudah didorong, produktivitasnya sejalan dengan konsumsi daging per kapita,” kata Bhima.

Bhima menyarankan, situasi saat ini turut melemahkan daya beli masyarakat, apalagi tekanan akibat Covid-19 belum usai. Sehingga, jika pedagang sapi mogok, cenderung berdampak pada masyarakat maupun pelaku usaha. “Jika pasokan daging Indonesia masih memerlukan impor, pakai cara lama, impor daging kerbau,” ujarnya.

Reporter: Annisa Rizky Fadila