Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebutkan bahwa Indonesia siap memproduksi bus listrik dengan kapasitas produksi 1.200 unit per tahun. Adapun saat ini ada tiga industri yang siap memproduksi bus ramah lingkungan tersebut.
"Ada tiga industri, di antaranya PT Mobil Anak Bangsa (MAB) yang diinisiasi Kepala KSP Moeldoko, PT INKA, dan PT Kendaraan Listrik Indonesia (KLI)," ujar Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kemenperin, Taufiek Bawazier dalam acara Busworld Southeast Asia, Selasa (2/2).
Menurut Taufiek, kesiapan Indonesia memproduksi bus listrik seiring dengan perkembangan teknologi dan penguatan aspek lingkungan serta penurunan karbon.
Dia menyebutkan bahwa Indonesia harus beradaptasi untuk membangun produk dengan inovasi yang mengikuti perkembangan itu. Teknologi yang digunakan untuk bus listrik juga telah ada dalam peta jalan yang disusun Kemenperin.
Pemerintah juga mempersiapkan jaringan charger station untuk kendaraan listrik, pabrik baterai kendaraan listrik hingga penguatan infrastruktur kendaraan berbasis listrik . "Semua sudah kita akomodasi teknologi yang berkembang, sudah ada di roadmap," ucapnya.
Taufik berharap, kontribusi industri bus nasional dapat terus meningkat terhadap ekonomi nasional mengingat potensinya yang cukup besar.
"Dari sisi demografi, Indonesia berpenduduk 260 juta terdiri dari 34 provinsi, 451 kabupaten kota tentunya membutuhkan mobilitas kendaraan besar, seperti bus untuk kehidupan sehari-hari di samping kebutuhan sektor-sektor lain seperti pariwisata, pemerintahan, dan niaga," ujarnya.
Kebutuhan kendaraan listrik di Indonesia hingga 2030 dapat disimak pada databoks berikut:
Dalam perspektif itu, lanjut dia, penguatan industri bus di tanah air perlu dilakukan dengan serius agar pasar di dalam negeri diisi oleh produksi anak bangsa kita sendiri.
Industri Bus Bertahan di Tengah Pandemi
Sementara itu industri bus nasional diyakini masih mampu bertahan di tengah gempuran pandemi corona. Walaupun dari sisi produksinya terjadi penurunan, Taufiek menilai kebutuhan bus di dalam negeri masih cukup tinggi sehingga menjadi salah satu faktor penopang industri bus.
“Apalagi pemerintah terus meningkatkan sistem transportasi umum di sejumlah provinsi. Termasuk program peremajaan alat transportasi yang telah berusia 25 tahun. Ini menjadi potensi,” kata dia.
Dia menyebutkan bahwa pada 2020 industri bus memproduksi 2.075 unit bus. Jumlah tersebut turun dibandingkan produksi dua tahun sebelumnya yang mencapai 3.460 unit pada 2018 dan 3.275 unit pada 2019.
Walaupun hasil survei platform jual-beli mobil, Carsome, menunjukkan penggunaan transportasi umum dan layanan berbagi tumpangan (ride-hailing) semakin berkurang selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hasil survei selengkapnya dapat disimak pada databoks berikut:
Yang menarik, di masa pandemi ini porsi produksi kendaraan niaga cenderung meningkat dibandingkan kendaraan penumpang. Taufiek menyebutkan sebelum pandemi poduksi kendaraan niaga hanya sekitar 17% dari total produksi.
“Di era Covid-19 persentase kendaraan niaga meningkat menjadi 20% dibanding total produksi otomotif nasional. Artinya di era ini justru kendaraan-kendaraan niaga yang lebih kuat,” kata dia.
Ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan struktur pasar antara kendaraan penumpang dan niaga. Oleh karena itu pemerintah berharap agar Asosiasi Karoseri Indonesia (Askarindo) dan Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) dapat mendorong anggotanya terus berinovasi.
“Terutama pemanfaatan digital di era 4.0. Saat ini Indonesia sudah menetapkan Making Indonesia 4.0 dengan tujuh prioritas sektor, salah satunya sektor transportasi sebagai penggerak ekonomi nasional," ucapnya.
Ia optimistis industri otomotif dalam negeri, baik industri perakitan maupun industri karoseri, mampu untuk memenuhi kebutuhan kendaraan komersial di dalam negeri. Baik dari sisi tipe maupun jumlah kendaraan sehingga mampu memberikan kontribusi lebih baik terhadap industri nasional.
Terlebih lagi indikator ekonomi, khususnya industri di Indonesia terus menunjukkan ekspansi. Ini terlihat dari Purchasing Manager’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia sebesar 52,2 yang merupakan angka tertinggi sejak survei tersebut dimulai pada 2011.
"Kita berhasil berjuang dari awal Covid-19, pada April 2020 PMI kita hanya 27,5. Jadi semua sektor terpukul kita berusaha untuk melakukan perbaikan sehingga industri tetap berproduksi," katanya.