Setahun Pandemi, Makin Banyak Hotel Dijual Murah di Marketplace

ANTARA FOTO/Novrian Arbi/wsj.
Sejumlah tamu berdiri di balkon salah satu hotel di Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (17/2/2021). Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat menyatakan ratusan hotel kelas melati dan kelas berbintang di Jawa Barat mulai tidak beroperasi bahkan dijual melalui situs penjualan daring untuk menutupi biaya operasional dan perbankan imbas dari rendahnya tingkat okupansi di masa pandemi COVID-19.
24/5/2021, 12.17 WIB

Pandemi Covid-19 telah lebih dari setahun melanda Indonesia. Berbagai pembatasan perjalanan yang menyertainya kemudian membuat industri pariwisata, termasuk perhotelan menjadi lesu.

Akhir-akhir ini, sejumlah hotel dijual secara terang-terangan melalui platform jual-beli online. Di situs jual beli properti Lamudi misalnya, tercatat ada 631 hotel di Bali yang dijual dengan harga berkisar Rp 15 miliar sampai triliunan rupiah. Salah satunya berada di Ubud, Gianyar.

Sementara itu, di Surabaya, dijual sebuah hotel di kawasan Keputih dengan harga Rp 6 miliar, terdiri dari 4 lantai dengan 25 kamar tidur. Namun statusnya sebagai Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). Ada juga hotel bintang 3 di kawasan Jemursari, Surabaya Selatan yang dibanderol Rp 65 miliar.

Di Jakarta, ada lebih dari 300 hotel yang dijual. Jakarta Selatan dan Jakarta Barat termasuk yang banyak hotel dijual, masing-masing ada 98 hotel dan 87 hotel.

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengungkapkan, sebagian pengusaha hotel mulai menjual hotel miliknya karena kondisi keuangan perusahaan yang memburuk akibat pandemi Covid-19.

Simak Databoks berikut: 

Sektetaris Jenderal PHRI Maulana Yusran mengatakan, saat ini situasinya semakin sulit. Adanya tekanan dari tingkat okupansi hotel dan average room rate atau tarif rata-rata harian kamar hotel yang masih rendah.

“Situasi seperti ini sudah berjalan lebih dari satu tahun, mereka mungkin sudah tidak kuat lagi untuk bertahan,” kata Maulana kepada Katadata, Jumat (21/5).

Di sisi lain, beban operasional terus berlanjut, sementara pemasukkan setiap harinya terus berkurang. “Perusahaan itu tidak ada yang kuat untuk mensubsidi bisnisnya lebih dari satu tahun. Kekuatan perusahaan itu hanya enam bulan,” ujarnya.

Maulana mengatakan, kondisi bisnis hotel dan restoran akan semakin sulit sepanjang tahun 2021, karena masih adanya kebijakan-kebijakan yang menahan pergerakan masyarakat, terutama untuk liburan.

“Saya pesimistis hotel dan restoran bisa pulih tahun ini. Potensi untuk mendapatkan okupansi hotel itu tidak semudah yang dibayangkan, momentumnya banyak yang terlewat,” kata Maulana.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi