Amerika Serikat (AS) telah memberikan fasilitas bebas tarif bea masuk melalui Generalized System of Preferences (GSP) berbagai produk ekspor asal Indonesia. Perpanjangan fasilitas itu diberikan sejak November 2020.
Sayangnya, fasilitas yang diberikan setelah pemerintahan mantan Presiden Donald Trump melakukan evaluasi selama 2,5 tahun itu belum dimanfaatkan secara optimal. Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional Didi Sumedi mengatakan, masih banyak pengusaha Indonesia yang belum memanfaatkan pos tarif yang mendapatkan fasilitas GSP.
Ia menyebut, dari kurang lebih 3.500 pos tarif GSP, baru 700 atau sekitar 20% yang memanfaatkan pembebasan bea masuk ke pasar AS. Sementara, yang lainnya belum memanfaatkan GSP.
“Ini yang perlu kita dorong lagi pemanfaatannya. Karena dengan fasilitas ini, kita dapat meningkatkan daya saing produk kita di pasar AS,” kata Didi dalam Webinar Dialog Diaspora Wilayah Amerika Serikat, Kamis (27/5).
Didi mengungkapkan, masalah literasi menjadi salah satu faktor fasilitas GSP belum termanfaatkan dengan baik. Para pengusaha, khususnya pelaku UMKM masih banyak yang belum memahami fasilitas ini.
“Kementerian Perdagangan akan terus memfasilitasi para eksportir, khususnya UMKM untuk bisa memahami soal fasilitas ini, agar pemanfaatannya bisa optimal,” kata dia.
Lebih lanjut, Didi mengatakan, diaspora Indonesia di Amerika turut memberikan kontribusi penting dalam peningkatan ekspor Indonesia. Hal ini dilakukan melalui kolaborasi para diaspora Indonesia dengan pelaku usaha untuk memasarkan produk Indonesia di pasar AS.
Ia menyebut, jumlah diaspora di Amerika tahun 2020 sebanyak 142 ribu orang. “Jumlah ini merupakan modal besar bagi Indonesia untuk bisa memanfaatkan pasar AS,” kata Didi.
Di antara produk ekspor asal Indonesia yang menerima fasilitas GSP, matras jadi barang yang paling banyak dijual ke AS selama periode Januari-Agustus 2020. Nilai ekspor matras mencapai US$ 185 juta (sekitar Rp 2,7 triliun).
Selain matras, kalung dan rantai emas menduduki posisi kedua dengan nilai ekspor US$ 142 juta (Rp 2,07 triliun), tas berpergian dan tas olahraga US$ 104 juta (Rp 1,52 triliun), minyak asam dari pengolahan kelapa sawit US$ 84 juta (Rp 1,22 triliun), serta ban pneumatik radial untuk truk dan bus US$ 82 juta (Rp 1,19 triliun).
Sementara itu, perdagangan Indonesia dan Amerika Serikat (AS) masih mengalami pertumbuhan positif. Data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor nonmigas ke Amerika Serikat pada Januari-April 2021 mencapai US$ 7.634,2 juta, naik 25% dibanding periode yang sama pada tahun lalu yang sebesar US$ 6.127,5 juta.