Pemerintah resmi memberlakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat untuk wilayah Jawa dan Bali pada 3-20 Juli 2021. Untuk industri esensial, seperti perbankan, teknologi informasi (IT) dan industri yang berorientasi ekspor hanya diperbolehkan bekerja di kantor (WFO) 50% dari jumlah pekerja.
Menanggapi hal ini, pelaku usaha di industri alas kaki berharap pemberlakukan PPKM darurat ke depan tidak akan mengubah ketentuan Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI).
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie mengatakan IOMKI terbukti mampu menolong pabrikan sejak tahun lalu. Apalagi, saat ini kondisinya cukup berbeda dengan tahun lalu.
Firman menjelaskan pandemi Covid-19 telah membuat perekonomian Indonesia dan negara tujuan ekspor sama-sama terpuruk tahun lalu. Berbeda dengan saat ini, di mana kondisi Indonesia semakin mengkhawatirkan, sementara negara-negara tujuan ekspor mulai membaik. Dengan begitu, demand atau permintaan untuk produk alas kaki dari negara-negara tujuan ekspor masih ada.
“Kami berharap adanya PPKM darurat ini tidak membatasi produksi dan IOMKI sangat diperlukan agar pabrik tetap dapat memenuhi demand dari negara-negara tersebut,” kata Firman kepada Katadata.co.id, Kamis (1/7).
Menurutnya saat ini industri alas kaki masih sulit mengandalkan pasar dalam negeri. Meski ada peningkatan penjualan atau omzet pada lebaran tahun ini, industri masih belum bisa menikmati hasil penjualan tersebut. Karena saat itu retail masih harus menghabiskan stok yang ada.
Sebenarnya industri alas kaki menunggu order dari rencana dibukanya sekolah tatap muka. Biasanya tren penjualan alas kaki, khususnya sepatu, meningkat pada musim masuk sekolah. Namun, kasus Covid-19 yang terus melonjak, diperkirakan masyarakat akan kembali menahan belanja.
“Harapan utama kami untuk pasar domestik sebenarnya adalah adanya sekolah tatap muka, tapi dibatalkan juga, omzet kami sudah pasti anjlok,” kata dia.
Melonjaknya kasus Covid-19 beberapa pekan terakhir menyebabkan industri alas kaki berpotensi mengalami penurunan produksi. Kondisi pabrik alas kaki terutama di wilayah epicentrum, seperti Kudus, tingkat absensinya sudah mencapai 20%. Banyak yang tidak bisa bekerja karena sakit atau isolasi.
Firman mengharapkan pemerintah dapat mempercepat vaksinasi pekerja di industri persepatuan. Dengan begitu, aktivitas produksi dapat tetap mengimbangi permintaan yang datang.
“Kami berharap juga ada perubahan perilaku masyarakat untuk lebih patuh protokol kesehatan, supaya PPKM ini efektif, sehingga sektor-sektor ekonomi tidak harus berkorban lagi,” kata dia.
Sebagai informasi, selama pemberlakuan PPKM darurat, pemerintah menerapkan sejumlah pengetatan seperti bekerja dari rumah (Work from Home/WFH) 100% dan penutupan mal dan pusat keramaian.
Berdasarkan siaran pers yang diterima Katadata.co.id, WFH 100% berlaku untuk sektor non esensial. Selain itu, seluruh kegiatan belajar mengajar dilakukan secara online/daring.
Untuk sektor esensial diberlakukan 50% maksimum staf Work from Office (WFO) dengan protokol kesehatan, dan untuk sektor kritikal diperbolehkan 100% maksimum staf WFO dengan protokol kesehatan.
Adapun, sektor essential adalah keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan non penanganan karantina Covid-19, serta industri orientasi ekspor.
Sedangkan, sektor kritikal adalah energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan, minuman dan penunjangnya, petrokimia, semen, objek vital nasional, penanganan bencana, proyek strategis nasional, konstruksi, utilitas dasar (seperti listrik dan air), serta industri pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari.