Laporan IISD: Evaluasi Bantuan Pemerintah untuk Perikanan Tangkap Laut

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.
Penulis: Doddy Rosadi - Tim Publikasi Katadata
26/7/2021, 09.49 WIB

Salah satu tujuannya untuk mengurangi praktik penangkapan ikan secara berlebih atau overfishing. Namun tidak semua bentuk bantuan tersebut sejalan dengan tujuan berkelanjutan dalam jangka panjang

Jakarta--Bantuan terhadap sektor perikanan tangkap laut cukup signifikan, sekitar 140-210 juta dollar AS per tahun. Jumlah tersebut hanya yang berasal dari pemerintah pusat saja. Akan tetapi, belum jelas apakah bentuk bantuan pemerintah tersebut memberi dampak sosial ekonomi yang diharapkan, tanpa menyebabkan beban kerusakan lingkungan untuk sektor tersebut.

Sebuah laporan terbaru dari International Institute for Sustainable Development (IISD), WWF Indonesia dan Marine Change menyebutkan beberapa bentuk bantuan pemerintah dapat mengakibatkan upaya penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing) dan tidak efektif dalam mendukung komunitas perikanan dalam jangka panjang, khususnya untuk para nelayan. Oleh karena itu, sudah selayaknya dilakukan evaluasi untuk beberapa bentuk bantuan tersebut.

Untuk pertama kalinya, dengan mengkonsolidasikan informasi baik dari database publik dan pertemuan formal dengan beberapa lembaga termasuk dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi terkait, ketiga lembaga tersebut berupaya melakukan analisis terhadap berbagai bentuk bantuan pemerintah pusat dan tiga pemerintah daerah (Aceh, Maluku dan Sulawesi Utara) terhadap sektor perikanan tangkap laut.

Menurut Anissa Suharsono, penulis utama laporan tersebut, yang juga peneliti kebijakan untuk program energi IISD, walaupun berbagai bantuan pemerintah memiliki peran penting dalam mencapai tujuan kebijakan publik, seperti pengentasan kemiskinan, tapi tidak semua bentuk bantuan tersebut sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan dalam jangka panjang. Seiring dengan kondisi sosial ekonomi komunitas nelayan yang bergantung pada sektor perikanan, beberapa bentuk bantuan pemerintah berpotensi membahayakan keberlanjutan sektor tersebut. “(Karena itu) Efektivitas dari berbagai kebijakan tersebut harus segera dievaluasi,” ujarnya.

Di level pusat, kebijakan bantuan bahan bakar, berbagai program pengembangan pembangunan, pemeliharaan dan akses terhadap infrastruktur perikanan secara bersama-sama menyumbang sekitar 90 persen terhadap seluruh bantuan yang diberikan pemerintah sepanjang 2017 hingga 2020. Akan tetapi, sistem distribusi bahan bakar saat ini—mewakili sekitar 50 persen dari bentuk bantuan tahunan pemerintah pusat terhadap sektor perikanan pada 2017 hingga 2020--dapat memicu penangkapan ikan secara berlebihan.

Penelitian awal juga menunjukkan bahwa bantuan bahan bakar lebih menguntungkan pemilik kapal ketimbang para nelayan yang seharusnya adalah sasaran utama dari program ini, dan juga sulit diakses oleh komunitas perikanan di daerah-daerah terpencil. Selain itu, industri pembuatan kapal dan upaya peningkatan pendapatan, pemasaran, dan promosi dari masyarakat perikanan atau manajemen perikanan hanya memperoleh nilai bantuan yang cukup kecil.

Di level provinsi, bentuk bantuan difokuskan pada pemberian dan modernisasi kapal penangkap ikan, termasuk mesin-mesin dan peralatan penangkap ikan—yang besarnya 60-80 persen dari total pengeluaran para nelayan di Maluku dan Sulawesi Utara. Meskipun ada ketidakpastian mengenai kesetaraan dan keefektifan dalam membantu kelompok nelayan yang paling rentan, bentuk-bentuk bantuan ini sebagian besar ditargetkan untuk penangkapan ikan pelagis, yang status stok untuk sebagian di antaranya sudah berada di level fully-exploited bahkan over-exploited. Berbagai bentuk dukungan di tingkat provinsi tersebut berisiko meningkatkan kapasitas penangkapan berlebihan di WPP lainnya.

“(Padahal) Sektor perikanan adalah salah satu kunci bagi pengembangan berkelanjutan di Indonesia, karena merupakan sumber penting untuk pangan, penyedia lapangan kerja, dan pendapatan,” kata Cut Desyana, Manajer Perikanan dan Akuakultur di WWF Indonesia seraya menambahkan,” (karena itu) memastikan bantuan pemerintah bisa mendukung kemampuan sektor perikanan untuk menyediakan ketahanan pangan dan mata pencaharian bagi penduduk lokal secara berkelanjutan, menjadi sangat penting.”

Laporan IISD, WWF Indonesia dan Marine Change ini menunjukkan bahwa dibutuhkan peningkatan transparansi sehubungan dengan bantuan pemerintah pusat maupun provinsi terhadap sektor perikanan. Walaupun beberapa informasi mengenai alokasi dan realisasi anggaran tersedia melalui publikasi pemerintah maupun situs resmi di sejumlah provinsi, tapi kebanyakan data tersebut tidak lengkap atau bersifat terlalu generik, ujar sejumlah peneliti lainnya.

Pemerintah sebaiknya melakukan kajian mendalam terhadap dampak sosial ekonomi dan lingkungan dari bantuan bahan bakar di tingkat pusat, dan kategori dukungan biaya tetap di tingkat provinsi, "bahkan jika perlu mereformasi kebijakan ini,” kata Sari Tolvanen dari Marine Change.

Efektivitas dukungan perikanan Indonesia harus dipantau dengan menggunakan indikator keberhasilan yang tidak hanya berfokus pada kenaikan produksi, “melainkan mempertimbangkan status stok serta sejauh mana bantuan menjangkau kelompok sasaran yang paling rentan,” ujar Tolvanen.