Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan, pemanfaatan perjanjian bilateral Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) masih terhambat oleh adanya pandemi Covid-19.
Belum maksimalnya pemanfaatan IA-CEPA terlihat dari nilai perdagangan kedua negara di tahun 2020 yang hanya tercatat US$ 7,1 miliar. atau sekitar Rp 101,53 triliun. Nilai perdagangan tersebut turun 8,8% dibandingkan tahun sebelumnya.
Indonesia hanya membukukan ekspor sebesar US$2,51 miliar (Rp 35,89 triliun) sementara impornya mencapai US$ 4,65 miliar (Rp 66,49 triliun sehingga ada defisit sebesar US$2,14 miliar (Rp 30,60 triliun).
Namun, pada periode Januari-Juli, ekspor Indonesia mencapai US$ 1,86 miliar, atau meningkat 36,14% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
“Kendala dasar untuk sektor perdagangan kita adalah Covid-19, sudah tidak bisa disangkal bahwa pandemi adalah penghalang terbesar, maka kita berharap pandemi ini bisa kita lawan bersama dan semua kembali berjalan lancar,” kata Lutfi dalam konferensi pers virtual, Rabu (29/9).
Selain itu, bidang perdagangan jasa dan ketenagakerjaan juga belum bisa maksimal. Hal itu dikarenakan perbatasan Australia masih tertutup dan mempengaruhi perdagangan jasa seperti transportasi dan pariwisata.
Lutfi menyebut, perjanjian IA-CEPA bukan hanya soal perdagangan, namun meliputi juga pengembangan sumber daya manusia. Adanya perjanjian IA-CEPA menjadi salah satu jembatan Indonesia menuju negara berpenghasilan tinggi (High income country).
“Jadi ini sangat penting, dan saya sangat percaya IA-CEPA akan menjadi bagian dari pembangunan Indonesia yang akan datang. Kami di sini untuk melakukan perdagangan, menciptakan nilai dan kemakmuran,” ujarnya.