Pasokan Baterai Mobil Listrik di AS Diprediksi Minim hingga 2025

ANTARA FOTO/REUTERS/Roosevelt Cassio/WSJ/dj
Roosevelt Cassio, Seorang pekerja menggantung seragammnya di luar pabrik Ford Motor Co, saat berunjuk rasa setelah perusahaan mengumumkan penutupan tiga pabrik mereka di negara tersebut, di Taubate, Brasil, Senin(18/1/2021).
6/10/2021, 09.50 WIB

Industri kendaraan Amerika Serikat (AS) diperkirakan menghadapi kekurangan pasokan baterai listrik hingga 2025. Hal tersebut dipicu karena masa pembangunan fasilitas produksi membutuhkan waktu yang lama.

Proyeksi itu disampaikan oleh Kim Jun, Chief Executive SK Innovation yang menjadi mitra usaha patungan baterai listrik Ford Motor Co, di AS.

Pasokan baterai yang terbatas untuk kendaraan listrik menjadi tantangan bagi pemerintahan Joe Biden. Padahal, AS berambisi meningkatkan produksi kendaraan listrik (EV) dan mengurangi ketergantungan negara pada impor untuk sel baterai, komponen, dan bahan.

Menurut Kim, kapasitas baterai AS saat ini sangat jauh untuk memenuhi permintaan, sementara untuk membangun pabrik guna memenuhi permintaan membutuhkan waktu 30 bulan. "saya melihat kekurangan baterai ini akan berlanjut setidaknya hingga 2025," katanya, dikutip dari Reuters, Rabu (6/10).

Di sisi lain, Kim mengatakan Cina berpotensi mengalami kelebihan pasokan baterai, sedangkan pasokan di Eropa akan sesuai dengan permintaan.

Ford dan unit baterai SK Innovation, SK On, berencana untuk menginvestasikan masing-masing senilai US$ 4,45 miliar untuk membangun tiga pabrik baru di AS. Pabrik dijadwalkan berproduksi mulai 2025.  Melalui kerja sama ini, mereka mengklaim pabrik baterai listrik ini akan menjadi yang terbesar di AS.

Menurut Kim, para produsen mobil memiliki peluang yang kecil untuk mencapai keberhasilan dalam memproduksi komponen baterai listrik sendiri, tanpa bermitra dengan produsen khusus yang memiliki pengalaman produksi massal. "Manufaktur sel tidak sesederhana itu. Itu harus melalui banyak trial and error," kata Kim.

Kim menyebut, saat ini SK On sedang mempertimbangkan untuk mengembangkan baterai lithium iron phosphate (LFP), yang memiliki keunggulan dalam biaya dan stabilitas termal, meskipun jarak tempuh lebih rendah. Sementara itu, Ford dan Volkswagen akan melakukan diversifikasi ke teknologi LFP. Ini merupakan andalan produsen baterai Cina, mengikuti jejak Tesla.

Kendati demikian, Baterai LFP yang memiliki kisaran daya dan harga yang lebih rendah mendapat perhatian terkait stabilitas termalnya. Perhatian diberikan setelah serangkaian kebakaran pada kendaraan yang menggunakan baterai berbasis nikel produksi LG dan digunakan pada mobil Bolt GM.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi