Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebutkan bahwa, terdapat 31.553 Depot Air Minum (DAM) tidak layak Higienitas Sanitas Pangan (HSP). Dari total 60.272 DAM yang tercatat, hanya 28.719 yang layak.
Dengan demikian, jumlah Depot Air Minum yang tidak layak Higienitas Sanitas Pangan mencapai 52,3% atau lebih dari setengah yang ada.
“Dugaan pelanggaran DAM lainnya meliputi alat ultraviolet (UV) yang sebagian besar melewati batas maksimal pemakaian serta hanya 1.183 yang bersertifikat dan 28.719 yang Layak Higienitas Sanitas Pangan (HSP),” kata Direktur Jenderal PKTN Veri Anggrijono dalam keterangan resminya, Rabu (13/10).
Veri mengatakan, pihaknya juga menemukan banyak DAM menyediakan galon bermerek dan stok air minum dalam wadah siap dijual yang melanggar ketentuan.
Hal tersebut dinilai dapat merugikan perusahaan pemilik galon.
Selain jual beli air minum, Kemendag juga menemukan dugaan pelanggaran dalam perdagangan produk emas, seperti gelang yang ditambah material kabel di dalamnya.
Hal itu untuk memanipulasi berat dan perhiasan emas yang dijual dengan kadar emas dan hasil uji kadar emas di bawah yang dijanjikan kepada konsumen.
Kemudian juga ditemukan cincin kuningan berlapis emas yang dijual dengan kadar emas 80% dan penggunaan material lain (per/spiral) yang dihitung sebagai berat emas di dalam gelang.
Selain terkait isu depot air minum dan emas, Dirjen Veri juga menjelaskan terkait ketidaksesuaian (discrepancy) pengukuran pada distribusi bahan bakar minyak (BBM).
“Flowmeter digunakan saat transaksi atau penyerahan BBM ke pihak SPBU. Jika flowmeter tidak ditera, akan menimbulkan kerugian bagi konsumen sekaligus negara,” katanya.
Pihaknya akan terus menggalakkan pelaksanaan kegiatan perlindungan konsumen. Kegiatan ini meliputi pendidikan usia dini, pembinaan pelaku usaha untuk pemenuhan standar dan pengendalian mutu, pengawasan barang beredar, dan pengukuran dan takaran secara tepat.
Tak hanya itu, pihaknya juga akan memastikan semua pasar dan gerai transaksi perdagangan melaksanakan tertib niaga.
“Di samping pelaku usaha yang bertanggung jawab, konsumen yang cerdas, teliti, serta memahami hak dan kewajiban sangatlah dibutuhkan dalam rangka mewujudkan iklim perdagangan yang baik,” ungkap Veri.
Lebih lanjut, ia mengatakan Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) Indonesia pada 2020 adalah 49,07 atau berada pada level Mampu.
“Nilai tersebut menunjukkan bahwa konsumen telah mampu menggunakan hak dan kewajiban konsumen untuk menentukan pilihan terbaik, termasuk menggunakan produk dalam negeri bagi diri dan lingkungannya,” katanya.
IKK merupakan parameter bagaimana masyarakat di sebuah negara memiliki tingkat keberanian sebagai konsumen bila merasa tidak puas terhadap produk dan pelayanan atau merasa dirugikan produsen dalam suatu aktivitas jual-beli produk barang atau jasa.
IKK Indonesia berada di nilai 41,70 pada 2019 dan 40,41 pada 2018.