Kemitraan Dagang RI - Eropa Berlaku Hari Ini, Termasuk dengan Swiss
Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan empat negara yang tergabung dalam EFTA (European Free Trade Agreement–CEPA) mulai berlaku hari ini (1/11). Ke empat negara tersebut adalah Indonesia ke Islandia, Liechtenstein, Norwegia, dan Swiss.
Sebagai bagian dari implementasi Indonesia-EFTA CEPA, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerbitkan Ketentuan Penerbitan Deklarasi Asal Barang untuk Barang Asal Indonesia dalam Indonesia -EFTA CEPA (Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Negara-Negara EFTA).
Ketentuan tersebut tertulis dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 58 Tahun 2021 tentang Ketentuan Asal Barang Indonesia (Rules of Origin of Indonesia).
Aturan yang berlaku mulai berlaku hari ini (1/11) tersebut dikeluarkan bersamaan dengan dimulainya implementasi persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Negara-Negara EFTA (IE–CEPA).
“Ini diterbitkan sebagai upaya Kemendag untuk memaksimalisasi pemanfaatan fasilitasi ekspor dalam babak baru hubungan Indonesia dengan negara-negara EFTA yang meliputi Islandia, Liechtenstein, Norwegia, dan Swiss,” kata Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dalam keterangan resminya, pekan lalu.
Lutfi berharap, dengan adanya aturan ini, kelancaran arus barang dan efektivitas pelaksanaan penerbitan Deklarasi Asal Barang (DAB) untuk barang asal Indonesia ke Islandia, Liechtenstein, Norwegia, dan Swiss dalam kerangka CEPA akan semakin meningkat.
Selain itu, pemanfaatan fasilitasi ekspor melalui penggunaan DAB juga diharapkan dapat mendukung peningkatan akses pasar ke negara-negara EFTA.
Menurut Lutfi, negara-negara EFTA merupakan tujuan ekspor non migas yang sangat potensial bagi Indonesia.
Harapannya, setelah IE–CEPA diimplementasikan mulai hari ini (1/11), Indonesia akan segera merasakan dampak pembukaan akses pasar ke negara EFTA.
Mantan Duta Besar RI untuk Jepang tersebut mengatakan, persetujuan ini akan memberikan manfaat seperti, peningkatan akses pasar barang dan jasa termasuk tenaga kerja, fasilitasi arus barang dan kepabeanan.
Juga, akses promosi penanaman modal, pengembangan sumber daya manusia Indonesia, dan program-program kerja sama ekonomi bagi Indonesia.
“Manfaat-manfaat ini diharapkan akan membantu transformasi Indonesia menjadi ekonomi maju,” kata dia.
Pada periode Januari–Agustus 2021, Indonesia mencatatkan surplus perdagangan non migas dengan negara-negara EFTA sebesar US$ 609,8 juta (Rp 8,7 triliun).
Ekspor Indonesia ke EFTA yang mencapai US$ 1,11 miliar (Rp 15,8 triliun) dan impor Indonesia dari EFTA yang sebesar US$ 504,5 juta (Rp 7,2 triliun).
Perdagangan Indonesia ke negara EFTA didominasi Swiss dengan ekspor sebesar 96% dari total ekspor Indonesia ke EFTA atau senilai US$ 1,07 miliar (Rp 15,2 triliun), dan impor sebesar 71% dari total impor Indonesia dari EFTA atau senilai US$ 358,9 juta (Rp 5,1 triliun).
Komoditas ekspor non migas terbesar Indonesia ke negara EFTA pada 2020 meliputi emas, perhiasan, limbah logam, serat optik, dan buldoser.
Sementara itu, impor terbesar Indonesia dari EFTA meliputi bom dan granat, tinta untuk keperluan pencetakan, dan jam tangan.
Sementara itu, Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana menjelaskan, implementasi perjanjian perdagangan tersebut memungkinkan Indonesia memperoleh manfaat dari pemberlakuan tarif preferensi dengan menggunakan Dokumen Keterangan Asal untuk menekan biaya produksi.
Ia menyebut, manfaat ini dapat meningkatkan daya saing industri dan menjadikan produk Indonesia lebih kompetitif sehingga berdampak pada peningkatan devisa negara.
Wisnu menambahkan, pemerintah berharap aturan ini dapat mendukung produktivitas ekonomi.
Juga, keberlangsungan dunia usaha Indonesia, terutama pasca darurat Covid-19. Serta berharap eksportir dapat memaksimalkan fasilitas dari implementasi kerja sama IE–CEPA.
Selain peningkatan daya saing industri, perjanjian ini juga diharapkan dapat dimanfaatkan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui fasilitasi tarif preferensi tersebut.
“Fasilitas tarif preferensi ke EFTA memberikan dampak positif karena produk Indonesia dapat diterima dan masuk ke pasar EFTA tanpa dikenakan bea masuk,” kata Wisnu.