Baru 1,3% Jualan Online, Ritel Diminta Manfaatkan Booming E-Commerce

ANTARA FOTO/FB Anggoro/wsj.
Seorang pegawai menunjukan aplikasi digital pemesanan daring toko WarungSegar di Kota Pekanbaru, Riau, Kamis (11/2/2021). UMKM rintisan ritel makanan berbasis aplikasi WarungSegar yang baru diluncurkan sejak setahun lalu tersebut menyatakan mengalami peningkatan pemesanan hingga 100 persen dan valuasi perusahaan melonjak hingga Rp 1 miliar pada tahun 2020 selama masa pandemi COVID-19.
10/11/2021, 18.23 WIB

Pandemi Covid--19 menyebabkan pergeseran perilaku konsumen saat berbelanja dari  yang semula offline kini menuju online.  Jumlah pemilik gerai yang berjualan online diharapkan semakin meningkat karena kini baru 1,3% dari total gerai ritel offline yang sudah membuka usaha lewat marketplace.

 Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan, dari 45 ribu gerai ritel offline di seluruh Indonesia, 600 di antaranya sudah memiliki gerai online di berbagai marketplace.  Jumlah tersebut hanya 1,3% dari total gerai offline. 

 Roy berharap makin banyak pengusaha ritel offline yang juga menjajaki bisnis online karena sinergitas antara gerai offline dan online akan berujung pada kepuasan konsumen.

 Guna terus mendorong makin banyaknya gerai online, Aprindo kni membantu pedagang untuk mempercepat transformasi digital para pelaku usaha ritel.

Aprindo juga akan memastikan produk-produk makanan dan minuman yang dijual di gerai ritel baik offline maupun online memiliki sertifikat sistem manajemen keamanan pangan olahan (SMKPO) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

"Hal tersebut guna memberikan keyakinan kepada masyarakat, bahwa keamanan pangan baik yang siap saji maupun tidak siap saji yang dijual di ritel sudah terverifikasi," kata Roy dalam konferensi pers Hari Ritel Nasional 2021, Rabu (10/11).

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan mengatakan, pandemi telah mengakselerasi pergeseran tren belanja masyarakat dari offline ke online

Pada 2020 lalu, ekonomi digital berkontribusi sekitar 4% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

  Kemudian, ekonomi digital diyakini akan tumbuh setidaknya 8 kali lipat dari Rp 632 triliun pada hari ini menjadi Rp 4.531 triliun pada 2030 mendatang.

"Oleh karena itu, pemerintah akan sangat mendukung dan mendorong adanya penyesuaian digitalisasi usaha ritel," kata Oke dalam konferensi pers Hari Ritel Nasional 2021, Rabu (10/11).

Usaha ritel memiliki kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Usaha ritel, baik yang individu maupun yang berada di pusat perbelanjaan juga menyumbang kurang lebih 53% dari PDB Indonesia.

Transformasi digital pelaku usaha ritel harus terus didorong untuk menjaga stabilitas harga bahan pokok.

Pelaku usaha diminta untuk memanfaatkan transaksi online dan sistem pembayaran secara elektronik.

Jika dapat segera bertransformasi, ketahanan sektor ritel menjadi lebih kuat.

 Perubahan tersebut juga bisa membantu masyarakat karena kebutuhan masyarakat bisa terpenuhi dengan tetap menerapkan protokol kesehatan mengingat transaksi online mengurangi  pergerakan orang.

"Perdagangan dengan sistem digital ini harus dilihat sebagai peluang sekaligus tantangan yang harus dimanfaatkan, dalam rangka pengembangan bisnis di masa pandemi," kata dia.

Oke memperkirakan penjualan ritel di Desember 2021 hingga Maret 2022 akan meningkat, di angka 128-137. Hal tersebut didorong oleh hari besar keagamaan dan libur akhir tahun.

Karena itulah, masyarakat diimbau untuk tetap mematuhi protokol kesehatan selama libur panjang.

Pemerintah memang telah memberikan berbagai pelonggaran pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).

Namun, kepatuhann prokes  harus dijaga untuk menurunkan laju penularan virus Covid-19 sekaligus mempercepat pemulihan ekonomi.

“Saya optimis roda perekonomian akan bergerak karena adanya kesadaran dari pengusaha dan masyarakat yang disiplin protokol kesehatan,” ujar dia.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi