Pemanfaatan garam bersertifikasi Indikasi Geografis (IG) terus didorong oleh pemerintah. Salah satunya adalah jenis Garam Amed dari Provinsi Bali yang merupakan garam konsumsi.
Sehubungan dengan ini, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) bersama kementerian atau lembaga terkait lainnya berupaya untuk membantu terkait perizinan bagi produksi Garam Amed.
Pasalnya, sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 69 Tahun 1994, garam konsumsi harus beryodium.
Asisten Deputi (Asdep) Hilirisasi Sumber Daya Maritim Kemenko Marves Amalyos Chan mengatakan, pihaknya tengah berupaya agar regulasi tersebut dapat ditampung dalam Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) yang saat ini sedang disusun dan diselesaikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Regulasi yang mengatur bagi produk garam yang sudah ada Sertifikasi Indikasi Gegrafis (IG) seperti Garam Amed ini, sedang kita upayakan bersama-sama dengan kementerian dan lembaga terkait," kata Amalyos dalam siaran pers, Kamis (18/11).
Kebijakan khusus ini diusulkan untuk meningkatkan pangsa pasar ekspor. Pasalnya, produksi garam Indikasi Gegrafis tanpa yodium atau tidak melalui proses iodisasi justru banyak diminati.
Rasanya yang khas menjadi alasan lain produk IG Garam Amed ini diminati dan diminta oleh pangsa pasar ekspor.
Berdasarkan keterangan Direktorat Jenderal Intelektual Kekayaan Negara, Indikasi Geografis merujuk pada suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.
Sementara itu, untuk pasar dalam negeri, produk garam IG tanpa yodium masih dalam kategori sedikit peminat, karena adanya perspektif isu kesehatan.
Isu kesehatan ini berkaitan dengan adanya senyawa Kalium Iodida dalam proses iodisasi yang berguna untuk mencegah adanya gangguan akibat kurang yodium (GAKY).
Meski demikian, Amalyos menyebut bahwa, selama ini alternatif pangan beryodium selain garam beryodium, sudah mulai bermunculan dan dapat dijadikan alternatif pemenuhan kebutuhan yodium.
Oleh karena itu, RPerpres terkait garam beryodium ini dapat didorong secara khusus untuk produk IG di sektor garam, yaitu Garam Amed Bali.
Selain bagi IG Garam Amed Bali, RPerpres ini juga membantu masyarakat perlindungan indikasi geografis (MPIG) lainnya dalam memproduksi garam tak beryodium, seperti Garam Gunung Krayan di Kalimantan Utara dan Garam Kusamba di Bali.
Ia berharap, garam Amed sebagai produk garam yang mempunyai sifat dan ciri yang sangat khas dan telah memperoleh sertifikasi IG, dapat diizinkan untuk beredar di masyarakat.
"Dengan diberlakukannya batasan-batasan dalam rancangan perpres yang dimaksud, garam dengan sertifikasi IG dapat diizinkan diedarkan tanpa proses iodisasi sebagai produk garam konsumsi," kata dia.
Sementara itu, Ketua MPIG Garam Amed Bali I Nengah Suanda mengapresiasi pemerintah yang sudah berusaha melakukan fasilitasi produk IG Garam Amed Bali.
"Kami selalu mengikuti ketetapan yang dikeluarkan pemerintah. Selain itu kami mengapresiasi perhatian dari pemerintah terkait produk IG ini," ujar Suanda.
Ia mengatakan, bahwa selama ini produksi Garam Amed yang dilakukan oleh MPIG Amed Bali sudah melalui berbagai proses.
Terbaru yang dilakukan oleh MPIG Garam Amed Bali yaitu, melakukan sertifikasi SNI dari Badan Standarisasi Nasional (BSN).
Setelah melakukan sertifikasi SNI, maka akan dilanjutkan dengan sertifikasi izin edar dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Secara keseluruhan, proses sertifikasi, kemudian adanya proses rancangan perpres dilaksanakan secara paralel.
Sebelumnya, telah dilakukan rapat koordinasi teknis pada 17 November bersama kementerian atau lembaga terkait.
Dalam proses diskusi, pihak BPOM menyatakan bahwa garam konsumsi memang perlu dilakukan proses iodisasi.
"Walau begitu, kami dari BPOM juga tetap mengikuti jalannya proses penyusunan RPerpres ini, agar nantinya bisa timbul kesepakatan bersama terkait produk garam konsumsi dari MPIG Garam Amed," ujar Direktur Pengawasan Produksi Pangan Olahan BPOM Cendekia Sri Murwani.
Dalam kesempatan rapat koordinasi tersebut pihak KKP, yaitu Direktur Jasa Kelautan KKP Miftahul Huda menjelaskan bahwa RPerpres ini ditargetkan dapat selesai dan terealisasi pada Desember 2021.