Tak Cuma Istana, Perlu Membangun Infrastruktur Kaltim untuk Dukung IKN

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Mobil yang membawa Presiden Joko Widodo melewati jalan berlumpur saat meninjau lokasi rencana ibu kota baru di Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, 17 Desember 2019.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Maesaroh
11/1/2022, 14.47 WIB

Pembahasan mengenai tata kelola Ibu Kota Negara (IKN) baru terus berlanjut. Sejumlah tokoh pendidikan di Kalimantan Timur (Kaltim) meminta agar pemerintah tidak hanya fokus membangun kawasan di sekitar IKN tapi juga di Kaltim secara keseluruhan.

Permintaan tersebut disampaikan sejumlah rektor dalam acara konsultasi publik Pansus RUU tentang IKN DPR dalam rangka pembentukan UU tentang IKN di Samarinda, Selasa (11/1).

Rektor UNTAG Samarinda Marjoni Rachman mengatakan infrastruktur yang memadai menjadi kebutuhan utama masyarakat kalimantan Timur.

"Sekarang ini infrastruktur di Kalimantan Timur amburadul. Yang amburadul itu jalan negara. Tolong, pak. Ini (infrastruktur) kan kebutuhan. Jangan nanti IKN dibangun tapi Kaltim nya ngga. Jangan sampai yang dibangun cuma Samarinda dan Balikpapan," tutur Marjoni, dalam acara tersebut.

Permintaan serupa juga disampaikan Rektor Universitas Mulawarman Masjaya. Dia berharap pembangunan IKN  juga bisa memperkuat wilayah Kaltim secara keseluruhan, baik dari infrastruktur, Sumber daya manusia (SDM), pendidikan, serta lingkungan.

“Intinya membangun IKN tentu di sampingnya Provinsi Kalimantan Timur yang perlu penguatan dan kejelasan di dalam RUU. Posisi Kalimantan Timur terhadap UU yang akan disahkan oleh DPR,” tuturnya.

Dia berharap IKN mampu membawa kesejahteraan baru bagi masyarakat lokal di sekitarnya tanpa harus meninggalkan kearifan lokal.

Masjaya juga berharap perguruan tinggi negeri dan swasta di sana tetap diberdayakan.

“Artinya tidak perlu ada lagi disini cabang Universitas Indonesia (UI), cabang Universitas Gadjah Mada (UGM), cabang ITB. Yang ada adalah Universitas Mulawarman bersama PTS lain yang ada di Kalimantan,” ujarnya.

Sebagai informasi,  DPR menargetkan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) IKN bisa diselesaikan pada minggu depan. 

Ibu kota baru akan berlokasi di antara Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara.

Wilayah pengelolaan ibu kota baru nantinya akan memiliki luas 256.142 hektar, yang terbagi atas dua kawasan. Kawasan IKN seluas 56.180 hektar dan kawasan pengembangan IKN seluas 199,962 hektar.

Adapun kawasan inti yang merupakan pusat pemerintahan direncanakan memiliki luas 6.000 hektar.

Anggota Panitia Khusus RUU IKN G Budisatrio Djiwandono dalam acara tersebut mengatakan persiapan sumber daya manusia (SDM) di Kalimatan Timur menjadi faktor penting dalam tata kelola IKN.

Menurutnya, kesempatan masyarakat sekitar IKN untuk menjadi pengelola IKN menjadi penting. 

"Saya rasa perlu ada kebijakan airmatif bahwa memang ada kekhususan bagi SDM dari Kalimantan Timur yang dipersiapkan untuk berpartisipasi (dalam) membangun, mengelola, dan memimpin IKN itu sendiri," kata Budisatrio dalam acara yang sama. 

 Sejauh ini, ada dua usulan terkait entitas yang akan mengelola IKN Baru, yakni badan khusus dan otorita. Budisatrio berujar pemilihan bentuk entitas itu masih dimantapkan di Pansus RUU IKN. 

Di samping itu, Budisatrio mengatakan telah menitipkan dua hal pada piha eksekutif, tepatnya Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, dalam merencanakan pembangunan IKN. 

Pertama, pemerataan pembangunan di sekitar wilayah IKN. 

Budisatrio berpendapat pembangunan kota-kota satelit IKN sama pentingnya dengan pembangunan IKN. Oleh karena itu, infrastruktur konektivitas dinilai menjadi penting. 

"Yang sangat penting (adalah) kesiapan Kabupaten/Kota penyangga IKN. Tolong nani okus (pembangunan IKN) jangan hanya di dalam 260 ribu hektar (lahan IKN saja)," ujar Budisatrio. 

Kedua,  ancaman deforestasi akibat pertambangan batu bara ilegal. Hal ini dinilai penting lantaran deforestasi dinilai dapat menggagalkan salah satu tujuan pemindahan IKN, yakni menghindari bencana banjir. 

Budisatrio menilai degradasi luas hutan di Kalimantan Timur menjadi catatan yang menghantui pembangunan IKN.

Selain deforestasi, degradasi lahan juga didorong oleh pembangunan yang tidak memperhatikan analisis  dan dampak lingkungan (AMDAL) dan pertambangan mineral. 

 Di sisi lain, Budisatrio mengatakan pemindahan IKN dapat menjadi momentum bagi kota satelit untuk masuk ke industri pangan. Pasalnya, akan ada tambahan 1 juta orang di Kalimantan Timur hasil transmigrasi pegawai negeri sipil (PNS) yang bekerja di IKN. 

"(Hal ini) memberikan kesempatan bagi petani, nelayan, dan (pelaku) UMKM di Kalimantan Timur untuk bersama berperan aktif dalam pembangunan IKN Baru," ucap Budisatrio. 

 Pada kesempatan yang sama, anggota Pansus RUU IKN Safaruddin mengatakan masyarakat Kalimantan Timur harus berperan aktif dalam membangun dan mengelola IKN.

Menurutnya, Kalimantan Timur harus mengurangi ketergantungan pangan dari provinsi lain saat IKN telah beroperasi.

"Kalimantan Timur ini cenderung, kalau kasarnya, malas karena telah dimanjakan oleh kondisi alam. Tidak ada yang mau menanam padi atau sayur. Jadi, disiapkan betul secara kompetensi dan perilakunya," kata Safaruddin. 

Senada dengan Budisatrio, Safaruddin sedang memperjuangkan agar masyarakat sekitar IKN untuk menjadi pengelola IKN.

"Tapi, jangan sodorkan orang yang tidak punya kompetensi," kata Safaruddin. 

 Seperti diketahui, Pemerintah berencana memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur pada tahun 2024. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut pembangunan ibu kota baru akan menghadapi tantangan yang rumit.

Tantangan yang dimaksud adalah adalah  tetap menjaga lingkungan, hutan, dan keanekaragaman hayati, termasuk satwa. Pembangunan ibu kota negara baru juga harus berorientasi pada masa depan, yakni modern, berbudaya, beradab, dan mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa.

"Dari segi pembiayaan dan keuangan negara, juga perlu dirancang secara cermat dan hati-hati agar tujuan pembangunan IKN dapat tercapai tetapi tetap terjaga stabilitas dan keberlanjutan keuangan negara," kata Sri Mulyani, Jumat (7/1).

Reporter: Andi M. Arief