Kementerian Perdagangan (Kemendag) membantah tengah menggodok aturan larangan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) demi menekan harga minyak goreng di dalam negeri.
"Sampai saat ini belum ada (rencana melarang ekspor CPO)," tutur Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu, kepada Katadata, Kamis (20/1).
Sebelumnya, beredar kabar jika Kemendag tengah menyusun aturan untuk melarang ekspor CPO. Aturan tersebut diharapkan dapat membantu menurunkan harga minyak goreng dengan terjaminnya bahan baku di dalam negeri.
Wakil Ketua Umum III Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Togar Sitanggang mengatakan Kemendag masih menyusun aturan terkait pembatasan ekspor CPO.
Beleid itu dijadwalkan terbit pada 24 Januari 2022.
Menurutnya, beleid ini berbeda dari aturan yang mewajibkan pabrikan CPO untuk memasok sebagian produksinya ke dalam negeri sebagai syarat ekspor.
"Ada (aturan) yang baru, tapi belum dapat (drafnya)," kata Togar kepada Katadata, Kamis (20/1).
Seperti diketahui, Kemendag mewajibkan seluruh industri minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan olein untuk menjual sebagian hasil produksinya dalam bentuk minyak goreng (migor) ke dalam negeri.
Hal ini menjadi salah satu syarat bagi industri CPO dan olein untuk melakukan ekspor.
Selain menjual ke dalam negeri, pabrikan CPO dan olein harus melaporkan penjualan ke dalam negeri itu kepada Kemendag.
Jika tidak, Kemendag akan menolak dokumen pemberitahuan ekspor barang (PEB) yang menjadi syarat transaksi ekspor di Kepabeanan.
Kebijakan ini akan berjalan selama 6 bulan sejak ditetapkan atau hingga Juli 2022.
Namun demikian, pemerintah dapat memperpanjang beleid ini lantaran tidak ada batas waktu secara eksplisit dalam peraturan ini.
Selain itu, beleid ini belum mencantumkan batas minimal penjualan CPO maupun olein ke dalam negeri.
Bagi pabrikan yang tidak memiliki fasilitas produksi migor, pemerintah mendorong agar pabrikan itu bekerja sama dengan pabrikan dengan fasilitas produksi migor.
Seperti diketahui, olein adalah hasil pemrosesan lanjut dari CPO dan berfungsi sebagai bahan baku produksi migor. Sementara itu, CPO adalah hasil ekstraksi minyak awal dari buah sawit.
Kemendag mendata akan ada 15 pos tarif yang terdampak kebijakan ini. Seluruh produk itu dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis produk CPO, yakni CPO, refined bleached deodorized olein (RBDO), dan minyak jelantah.
"Kalau diistilahkan DMO, mungkin itu namanya. Permendagnya (Pembatasan Ekspor) kabarnya sedang disusun dan itu ada tambahan untuk (minyak) sawit)," kata Togar.
Namun demikian, Togar menilai naiknya harga migor di pasar domestik saat ini bukan karena minimnya pasokan bahan baku di dalam negeri.
Menurutnya, permasalahan harga migor murni karena tingginya harga CPO di pasar global.
Oleh karena itu Togar menilai dana subsidi program Migor Satu Harga besutan Kemendag senilai Rp 7,6 triliun belum tentu cukup untuk menutup selisih harga antara harga eceran tertinggi (HET) dan harga keekonomian.
Berdasar data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, harga minyak goreng kemasan bermerek 2 telah mencapai sekitar Rp 20.800 per kg pada hari ini, Kamis (20/1).
Sementara itu, untuk minyak goreng kemasan bermerek 1 dijual dengan harga Rp 21.350/kg dan minyak goreng curah harganya Rp18.850/kg.
Pada saat yang sama, HET migor yang ditetapkan Kemendag adalah Rp 11 ribu per liter.