Operasi Minyak Goreng Rp14.000 di Pasar Tradisional Diminta Dipercepat

ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/YU
Warga mengantre untuk membeli minyak goreng saat operasi pasar murah di Kantor Desa Babelan Kota, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (17/1/2022). Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyediakan 72.000 liter minyak goreng pada operasi pasar untuk wilayah Kabupaten Bekasi yang dijual dengan harga Rp14.000 per liter.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Maesaroh
20/1/2022, 16.20 WIB

 Kementerian Perdagangan (Kemendag) baru akan mengguyur pasar tradisional dengan Minyak Goreng (migor) Satu Harga Rp 14.000 per liter  pada Selasa depan (25/1).  Namun, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) meminta agar proses penyaluran migor satu harga senilai Rp 14 ribu dapat segera terjadi di pasar tradisional. 

Sekretaris Jenderal Ikappi Reynaldi Sarijowan mengatakan pihaknya saat ini fokus menggodok teknis penggelontoran minyak goreng satu harga ini.

Reynaldi mengusulkan agar distribusi minyak goreng  satu harga langsung disalurkan ke pedagang pasar. 

"Seharusnya ada keberpihakan pemerintah terhadap rakyat, jangan retail modern saja. Jadi, seperti pasar tradisional ini dianaktirikan," kata Reynaldi kepada Katadata, Kamis (20/1). 

 Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), harga minyak goreng kemasan kini di rentang Rp 20.400 sampai Rp 21.050 per kg. Sementara itu, harga minyak goreng curah senilai Rp 18.850 per kg. 

Pada saat yang sama, harga eceran tertinggi (HET) migor kemasan sederhana berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 7-2020 adlah Rp 11.000 per liter.

Dengan kata lain, saat ini ada selisih senilai Rp 9.400 sampai Rp 10.050 per liter antara harga riil dan HET migor kemasan. 

Untuk menurunkan migor kemasan menjadi Rp 14.000 pemerintah akan memberikan subsidi.

Reynaldi berujar, harga migor kemasan di pasar tradisional harusnya dapat leih murah dengan adanya subsidi itu. 

"Seharusnya harga (migor kemasan) di pasar tradisional lebih murah ketimbang harga di retail jika rantai pasoknya betul-betul dipangkas," kata Reynaldi. 

 Di samping itu, Reynaldi menilai  pematokan harga Rp 14.00 tidak dapat dilakukan di pasar tradisional. Pasalnya, ada proses tawar-menawar antara pedagang dan konsumen di pasar tradisional. 

Akan tetapi, Reynaldi sependapat bahwa oknum pedagang yang menjual minyak goreng kemasan di atas Rp 14 ribu setelah kebijakan ini berlaku di pasar tradisional harus ditindak oleh aparat berwajib. 

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga menekankan aspek pengawasan dalam pelaksanaan program ini.

Sahat menilai oknum peritel dapat menambah harga minyak goreng di pasar lantaran ada potensi pembelian besar oleh banyak konsumen. 

Menurutnya, pemberian sanksi yang tegas menjadi kunci untuk menyukseskan program ini. 

"(Oknum peritel) beli kemasan sederhana Rp 14 ribu, lalu jual Rp 17 ribu. Itu yang kadang Kemendag tidak begitu aware. Disparitas harga bisa membuat penyelundup tergiur," kata Sahat. 

 Sejauh ini, ada 34 produsen migor kemasan yang dapat memenuhi kebutuhan 250 juta liter per bulan itu. Angka dalam kebijakan ini naik dari sebelumnya sebanyak 200 juta liter per bulan. 

Di sisi lain, Sahat mengatakan kebijakan ini merupakan langkah yang tepat untuk menurunkan harga migor di dalam negeri.

Pasalnya, ketersediaan bahan baku berupa minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan refined deoderized and bleached olein (RDBO) akan tinggi dengan adanya kewajiban kontribusi pasokan minyak goreng  ke dalam negeri sebagai syarat ekspor. 

Sahat menilai volume migor yang tercantum dalam kebijakan Migor Satu Harga juga terbilang kecil. Sebagai informasi, jumlah migor yang pemerintah janjikan berharga Rp 14 ribu adalah 250 juta liter per bulan atau 1,5 miliar liter selama 6 bulan. 

"1,5 miliar liter itu kira-kira (setara dengan) 1,3 juta ton. Produksi (CPO) kita 47 juta ton," ucap Sahat. 

Reporter: Andi M. Arief