Mengawali Tahun, PMI Manufaktur Indonesia Makin Ekspansif di Januari

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.
Pekerja menata sepeda motor listrik Gesits yang telah selesai dirakit di pabrik PT Wika Industri Manufaktur (WIMA), Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (27/10/2021). WIMA menargetkan penjualan sepeda motor listrik dengan 85 persen komponennya produksi dalam negeri dan baru saja diekspor ke Senegal tersebut sebanyak tujuh ribu unit hingga akhir 2021.
Penulis: Maesaroh
2/2/2022, 10.04 WIB

Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia berada di level  53,7  pada Januari 2022,  meningkat tipis dibandingkan yang tercatat di bulan Desember 2021 yakni 53,5.

Dengan demikian, PMI Manufaktur Indonesia berada di fase ekspansif selama lima bulan berturut-turut.

Tahap ekspansif sektor manufaktur ditandai oleh angka PMI yang berada di atas 50.  Sebagai informasi, PMI Manufafktur Indonesia berada di atas angka 50 sejak September 2021. PMI bahkan mencatat rekor tertingginya pada bulan Oktober 2021 (57,2).

Dalam laporannya, IHS Markit mengatakan ekspansifnya PMI Manufaktur pada Januari 2022  mewakili perbaikan kondisi bisnis di seluruh sektor manufaktur Indonesia dalam lima bulan berturut-turut.

"Sektor manufaktur Indonesia terus berekspansi pada tingkat solid di awal 2022. Kondisi permintaan secara umum menguat, sebagian karena kenaikan penjualan dari luar negeri yang mendukung peningkatan lebih tajam pada output manufaktur," tulis IHS Markit, dalam laporannya, Rabu (2/2).

 Kondisi tersebut  mendorong meningkatnya aktivitas pembelian dan kenaikan pada ketenagakerjaan.

Di bulan Januari, waktu tunggu pengiriman pesanan juga  membaik untuk pertama kalinya dalam dua tahun terakhir.

"Meskipun penumpukan pekerjaan dan tekanan harga terus terjadi," tutur IHS Markit.

Permintaan produk Indonesia naik terus meningkat sejalan dengan membaiknya produksi. Faktor ini berkontribusi terhadap ekspansi pada output manufaktur.

Di tengah kenaikan permintaan baru, perusahaan merekrut staf tambahan untuk mengatasi naiknya  produksi.

"Aktivitas pembelian juga naik menyusul kenaikan pekerjaan baru dan pertumbuhan permintaan," tutur IHS Markit.

Pertumbuhan penjualan mengalami akselerasi di tengah catatan kenaikan pada pesanan ekspor .

 Jingyi Pan, Economics Associate Director IHS Markit, mengatakan permintaan membuat sektor manufaktur berekspansi lebih tajam, didukung oleh catatan pertumbuhan permintaan baru dari luar negeri.

Sementara itu kenaikan tingkat ketenagakerjaan dan aktivitas pembelian juga terlihat. Kondisi ini menggambarkan kondisi ekonomi yang lebih baik.

“Waktu pengiriman dari pemasok tercatat jauh lebih baik, yang juga merupakan tanda positif. Penting untuk diamati jika kondisi terus membaik. Tekanan harga masih tajam disebabkan permasalahan pasokan yang masih ada," tutur Jingyi.

Kendati makin ekspansif, kepercayaan bisnis berkurang pada bulan Januari. Kendati demikian, perusahaan masih bersikap positif tentang perkiraan 12 bulan produksi.

IHS Markit memperkirakan bahwa GDP Indonesia akan naik 4,9% pada tahun 2022.

Sementara itu, penumpukan pekerjaan terus mengalami peningkatan di bulan Januari dan lebih cepat dibandingkan dengan data bulan Desember.

 Responden survei menunjukkan bahwa meningkatnya permintaan dan di sisi lain adanya penundaan pengiriman menyebabkan kenaikan pekerjaan yang belum terselesaikan.

 Pelaku manufaktur Indonesia menunjukkan bahwa kenaikan bahan baku dan biaya transportasi menyebabkan kenaikan harga input. Sementara tekanan biaya input sedikit berkurang, inflasi harga output tetap besar.

Sentimen secara keseluruhan di sektor manufaktur Indonesia bertahan positif pada bulan Januari.

Perusahaan secara umum berharap bahwa situasi Covid-19 akan terus terkendali yang memungkinkan perekonomian terus membaik. Namun demikian, tingkat kepercayaan diri bisnis menurun ke posisi terendah sejak bulan Mei 2020.

 PMI Indonesia sempat berada di bawah level 50 sepanjang Maret 2020 hingga Oktober 2020, kecuali pada bulan Agustus 2020 di mana PMI sempat menyentuh level 50,8. 

PMI Indonesia bahkan menyentuh level terendah sepanjang sejarah pada April 2020 dengan angka hanya mencapai 27,50 poin. PMI Mulai membaik menjelang awal tahun 2021 dan bahkan mencapai rekor baru di Mei tahun ini di level 55,3.

Namun, PMI Indonesia turun ke level 53,50 di bulan Juni 2021 karena lonjakan kasus Covid-19 akibat varian Delta.

PMI terkontraksi pada dua bulan setelahnya di Juli sebesar 40,1. dan  43,7 di bulan Agustus. PMI kembali ke level ekspansif pada September setelah adanya sejumlah pelonggaran.