K3 Kunci Keberlangsungan UKM, Perhotelan dan Restoran saat Pandemi

Katadata
Penulis: Muhammad Taufik - Tim Riset dan Publikasi
7/2/2022, 14.36 WIB

Pandemi COVID-19 yang berlangsung sekitar dua tahun telah melumpuhkan sektor bisnis di Indonesia.  Pandemi bukan saja menggucang ketahanan bisnis, khususnya di subsektor perhotelan, restoran dan usaha kecil dan menengah (UKM), tetapi juga mengancam keselamatan hidup para pekerja dan pelakunya.   

Dalam talk show ’Dorong UKM Promosi Keselamatan dan Kesehatan kerja’, Selasa (25/1), Ketua Bidang Sertifikasi Usaha Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Faisal Tjandraatmadjaja mengatakan, sampai Juli 2020 sebanyak 1.174 hotel di 31 provinsi Indonesia terpaksa menutup operasionalnya akibat penyebaran virus COVID-19.

Penutupan tersebut mengakibatkan anggota PHRI menderita kerugian sekitar Rp 85 triliun. Pengusaha perhotelan pun terpaksa melakukan efisiensi tenaga kerja yang berdampak pada 1,5 juta karyawan perhotelan dan restoran terancam dirumahkan dan dicutikan di luar tanggungan perusahaan. ”Bahkan mereka terancam terkena pemutusan hubungan kerja (PHK),” ujarnya.

Memasuki Juni 2021, sektor perhotelan menunjukkan indikasi perbaikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat hunian kamar mencapai 38,55 persen. Namun, perbaikan tersebut belum mencapai level pada Juni 2019—sebelum pandemi COVID-19—sebesar 52,27 persen.

Sektor UMKM juga tak kalah menderita. Data Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan, hampir separuh UMKM gulung tikar selama pandemi COVID-19. Padahal, lebih dari 64 juta unit UMKM menyerap 97 persen dari keseluruhan tenaga kerja di Tanah Air dan menyumbang 62 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Jika banyak UMKM gulung tikar maka dikhawatirkan akan berdampak besar terhadap perekonomian nasional.

Menurut Ketua Bidang Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah (UKM) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ronald Walla, belajar dari masa pandemi, kini sudah waktunya para pelaku UMKM mengasah kewirausahaan dengan memahami karakter industri 4.0.

Ekosistem perekonomian nasional kini tengah mengalami disrupsi. Kunci agar bisa bertahan pada situasi seperti pandemi adalah dengan cara adaptasi dan berkolaborasi. ”UMKM harus lincah, belajar digital, dan mampu menilai risiko dan memberi nilai tambah untuk masyarakat,” kata Ronald.  

Business Development Manager Moaci Gemini Semarang, Stefania Catharine berpendapat langkah awal menjaga ketahanan bisnis UKM selama pandemi COVID-19 dimulai dari peralihan penjualan secara offline ke digital (online). Pergeseran model bisnis tersebut berjalan simultan dengan langkah efisiensi usaha.

Pelaku UKM juga, kata Stefania, perlu menggencarkan edukasi mengenai pentingnya mengurangi risiko penyebaran virus COVID-19, dengan cara menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). ”Edukasi perlu dilakukan kepada konsumen dan para pekerja seperti menjaga kebersihan dan menerapkan gaya hidup sehat,” ujarnya.

Dalam talkshow terungkap bahwa perlu ada kerja kolaboratif dari pengusaha, tenaga kesehatan, pekerja dan para pelaku UMKM untuk menerapkan K3 di masa pandemi COVID-19. Tujuannya agar produktivitas dan ketahanan bisnis di Tanah Air tetap terjaga dengan baik.

Project Manager International Labour Organization (ILO) Abdul Hakim, mengatakan sejumlah perusahaan dari pelbagai sektor sampai saat ini bisa terus bertahan lantaran mempunyai pengalaman dan kemampuan menerapkan K3 dengan baik. Investasi yang kuat pada K3 akan mendorong daya tahan perusahaan di masa-masa sulit.

”Ketika suatu bisnis menerapkan K3, terlebih berinvestasi kuat pada K3, maka perusahaan pasti akan bisa bertahan ketimbang korporasi yang tidak menerapkan K3,” ujarnya.

Keterlibatan berbagai pihak dalam penerapan K3 menjadi faktor penyumbang ketahanan bisnis di masa pandemi. Keterlibatan bersama dalam prioritas K3 itu bisa diwujudkan dalam dialog sosial, kolaborasi kerja, dan pencegahan dini dari virus COVID-19.

Abdul Hakim menambahkan kerangka K3 perlu diprioritaskan pada perubahan pola pikir, gagasan, atau budaya di setiap tempat kerja. ”Ke depan, kebiasaan peduli terhadap K3 atau budaya pencegahan akan membawa keuntungan bagi perusahaan itu sendiri,” kata dia.

Wendri Wildiartoni, dokter K3 yang bergabung di program layanan penilaian penularan COVID-19 yang diberikan ILO, mengatakan, kalkulasi bisnis selama ini menjadi perhatian tingkat manajemen ketika membicarakan K3. Seiring berjalannya waktu, manajemen semakin memahami pentingnya penerapan K3, terlebih pada situasi pandemi COVID-19.

Wendri mengatakan, ada dua poin penting untuk diperhatikan. Pertama, tidak boleh ada karyawan yang meninggal. Kedua, reputasi perusahaan berkenaan dengan karyawan yang meninggal, khususnya di tempat kerja.

”Kendati tidak terlihat secara signifikan, kedua poin tersebut sangat berpengaruh terhadap keuntungan perusahaan,” kata dia.

Tersiarnya insiden meninggalnya seorang karyawan akibat penerapan K3 yang kurang baik, bisa mempengaruhi profil dan keuntungan perusahaan.

”Maka kesadaran harus ada pada tingkat manajemen agar penilaian risiko dari penerapan K3 bisa berjalan dan dibantu dari sisi manajemen,” uar Wendri seraya menambahkan hal itu membutuhkan jangka waktu panjang dan berujung pada refleksi bersama.