Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan kelangkaan minyak goreng (migor) masih terjadi di penjuru negeri. Lembaga pengawas administrasi negara itu menduga dan menemukan beberapa praktik ilegal, salah satunya dugaan penimbunan minyak goreng oleh oknum.
Dari 311 titik pasar maupun ritel di 34 provinsi, 77,78% titik dagang menyediakan minyak goreng dengan terbatas.
Jenis pedagang dengan tingkat kelangkaan tertinggi adalah ritel modern hingga 23,08%, sementara itu tingkat kelangkaan terendah ada di pasar tradisional 16%.
"Sampai sekarang kami tahu penimbunan (migor) banyak sekali, meskipun harus hati-hati karena definisi penimbunan ada di daerah abu-abu," kata Anggota ORI Yeka Hendra Fatika dalam konferensi pers virtual, Selasa (22/2).
Selain dugaan penimbunan Yeka menemukan adanya praktik penjualan minyak goreng antar bisnis atau bussiness-to-bussiness (B2B). Dalam hal ini, karyawan retail modern menjual minyak goreng premium dari gudang retail ke pedagang retail tradisional maupun pasar tradisional.
Sebagian pedagang retail tradisional maupun pasar tradisional menjual premium tersebut sebagai minyak goreng curah.
Praktik ini ditemukan di tujuh provinsi, yakni Bangka Belitung, DKI Jakarta Jawa Tengah, Yogyakarta Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara.
Kendati demikian, minyak goreng curah di provinsi tersebut itu masih dijual dengan harga sekitar Rp 19 ribu per liter, jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) nya yakni Rp 11.500 per liter.
Selain itu, Yeka berujar pembatasan pasokan dari peretail maupun produsen masih terjadi di beberapa provinsi.
Modus yang terjadi adalah para pelaku retail modern menumpuk minyak goreng di gudang dan masih membatasi.
Yeka menduga hal ini sebagai salah satu cara pelaku usaha untuk menguji ketegasan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam menegakkan aturan HET terbaru.
Modus lain adalah agen distributor menghentikan pasokan kepada toko retail modern. Praktik ini ditemukan di tujuh provinsi, yakni Suatra Utara, DKI Jakarta Jambi, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua.
Terakhir, praktik ilegal yang ditemukan Ombudsman adalah konsumen disyaratkan membeli barang tertentu untuk membeli minyak goreng atau harus menjadi anggota konsumen. Praktik ini ditemukan setidaknya di Maluku Utara, Jawa Timur, dan Yogyakarta.
Walau demikian Yeka mengatakan panic buying telah berkurang selama dua pekan terakhir. Selain itu, kepatuhan HET di pasar dan retail modern sudah cukup tinggi.
Di pasar modern, untuk produk minyak goreng kemasan permium masih ada satu provinsi yang melanggar dengan harga jual hingga Rp 21 ribu per liter, yakni Maluku.
Sementara itu, penjualan minyak gorengr kemasan sederhana di Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Yogyakarta, Kalimantan Timur Nusa Tenggara Barat, Maluku, dan Papua masih di kisaran Rp 14 ribu hingga Rp 16 ribu.
Adapun, HET terbaru telah mengatur HET untuk migor kemasan premium adalah Rp 14.000 per liter, sedangkan untuk migor kemasan sederhana senilai Rp 13.500 per liter.
Sejak 18 Februari 2021, Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menugaskan seluruh pejabat eselon dua untuk menelusuri alur distribusi hingga ke produsen migor curah. Setiap pejabat bertanggung jawab atas satu provinsi.
Temuan awal dari penugasan tersebut, belum ada migor curah yang dilego Rp 11.500 per liter sampai Jumat (18/2). Oleh karena itu, para petugas Kemendag yang menelusuri alur distribusi akan ditemani dengan Satuan Tugas (Satgas) Pangan agar dapat langsung dikenakan hukuman administrasi dan pidana bagi oknum yang melanggar HET terbaru.