Permintaan CPO asal Indonesia Bertambah di Tengah Kenaikan DMO

ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/rwa.
Pekerja memindahkan tandan buah segar (TBS) sawit di sebuah RAM Kelurahan Purnama Dumai, Riau, Jumat (21/5/2021).
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Yuliawati
9/3/2022, 18.29 WIB

Pemintaan minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dari India kepada Indonesia meningkat seiring pemerintah menerapkan kewajiban pasokan untuk pasar domestik (Domestic Market Obligation/DMO). Pemerintah menerapkan kebijakan DMO CPO untuk memastikan ketersediaan pasokan bahan baku minyak goreng dalam negeri.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan mampu memenuhi permintaan tambahan dari India dalam waktu dekat. Ini dengan menghitung kenaikan DMO sebesar 30% dari total volume ekspor.

"Sebanyak 30% dari ekspor produk sawit (seperti CPO dan turunannya) sekitar 9-an juta ton, berarti masih cukup (untuk memenuhi permintaan tambahan dari India)" kata Sekretaris Jenderal Gapki Eddy Martono kepada Katadata, Rabu (9/3).

Kebijakan DMO CPO merupakan syarat pengusaha mendapatkan izin ekspor dari Kementerian Perdagangan. Pada 14 Februari - 8 Maret 2022, Kemendag telah menerbitkan 126 izin ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya sebanyak 2,77 juta ton untuk 54 eksportir CPO.

Permintaan dari India meningkat seiring kekhawatiran tersendatnya pasokan CPO dari Indonesia. India telah memotong bea masuk sebanyak empat kali selama delapan bulan terakhir untuk memperlancar arus CPO ke negerinya.

Menteri Perdagangan Muhamad Lutfi mengatakan CPO asal Indonesia masih tersedia di pasar internasional. Namun harganya memang tinggi. Kebijakan DMO membuat harga CPO besutan Indonesia naik 38% sejak 27 Januari hingga awal Maret 2022.

Lutfi mengatakan pertimbangan utama kenaikan DMO menjadi 30% untuk memprioritaskan ketersediaan migor di dalam negeri sesuai Harga Eceran Tertinggi atau HET. "Ketika ketersediaan CPO atau olein cukup, maka industri (minyak goreng) dalam negeri bisa berjalan memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia," kata Lutfi.

DMO Tak Ganggu Ekspor CPO

Eddy mengatakan kebutuhan dalam negeri tidak menganggu performa ekspor secara historis. Gapki mendata konsumsi domestik pada 2021 naik 6,18% menjadi 18,42 juta ton dari capaian 2020 sebesar 17,34 juta ton.

Dengan kata lain, total konsumsi dalam negeri hanya mencapai 35,91% dari total produksi industri kelapa sawit pada 2021 sejumlah 51,3 juta ton. Adapun, tingkat konsumsi CPO domestik akan terus meningkat dan menjadi 37% pada 2022.

Konsumsi domestik pada tahun ini diramalkan tumbuh 11,78% menjadi 20,59 juta ton. Secara rinci, konsumsi pangan akan naik 7,21% menjadi 9,6 juta ton, oleokimia terkontraksi 1,59% menjadi 2,16 juta ton, dan biodiesel melonjak 20,26% menjadi 8,83 juta ton.

Gapki memperkirakan produksi CPO pada 2022 akan naik 4,52% menjadi 49 juta ton sedangkan produksi CPKO akan tumbuh 8,79% menjadi 4,8 juta ton. Ekspor CPO pada tahun ini diproyeksi menyusut sekitar 3% menjadi 33,21 juta ton.

Naiknya DMO CPO menjadi 30% akan membuat bahan baku oleopangan di dalam negeri mencapai 9,96 juta ton. Angka ini tidak jauh berbeda dengan proyeksi konsumsi CPO oleh industri pangan di dalam negeri pada tahun ini.

Pada 2021. nilai ekspor minyak sawit mentah mencapai US$ 35 miliar. Nilai ini meningkat 52,8% dari US$ 22,9 miliar pada 2020. Naiknya nilai ekspor ini berkat harga rata-rata CPO yang tinggi pada 2021. Harga rata-rata mencapai US$ 1.194 per ton, 67% lebih tinggi dibanding US$ 715 per ton pada 2020. Berikut grafik Databoks: 

Reporter: Andi M. Arief