BUMN Pangan, PT Rajawali Nusantara Indonesia atau ID Food, akan membantu pedagang pasar tradisional untuk mendapatkan pembiayaan dari sektor perbankan. Selama ini, kedua pihak memiliki perbedaan sistem pembayaran sehingga pedagang pasar kesulitan menerima distribusi barang.
Pedagang pasar umumnya membayar pengiriman barang dagangan pertama pada saat distributor mengirimkan barang kedua atau biasa dikenal dengan sistem 2-1. Adapun, RNI menerapkan sistem membayar saat menerima barang atau cash and carry.
Direktur Komersial ID Food Frans Marganda Tambunan menjelaskan alasan perusahaan menggunakan skema pembayaran tersebut. "Bisnis distribusi ini kami butuh (perputaran uang yang) cepat, karena keuangan kami terbatas," kata Frans di Pasar Kramat Jati, Rabu (16/3).
Frans mengatakan RNI akan menjadi penjamin para pedagang pasar untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan dari perbankan dalam bentuk supply chain financing (SCF).
Berdasarkan laman resmi PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), SCF memungkinkan nasabah korporasi yang bertindak sebagai pembeli mendapatkan fleksibilitas dalam penetapan Terms of Payment tanpa mengorbankan arus kas supplier (vendor) atau buyer (distributor).
Lewat fasilitas tersebut, bank akan membayarkan dana yang dibutuhkan sehingga pedagang pasar masih dapat menggunakan skema 2-1. "Kalau lewat beberapa hari (dari tanggal yang ditentukan) cuma ada charge di bawah 1%," kata Frans.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) sebelumnya berencana memfasilitasi skema pembiayaan antara pedagang pasar dan pabrikan minyak goreng (migor).
"Himbara (Himpunan Bank Negara) ini harusnya bisa memfasilitasi pedagang-pedagang yang sudah (menjadi agen) seperti ini. Kalau seperti ini (agen pasar tradisional), NPL (non-performing loan)-nya tidak akan tinggi," kata
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Reynaldi Sarjowan mengatakan pihaknya telah berusaha untuk mendatangkan langsung migor dari pabrikan ke pasar tradisional. Namun demikian, usaha ini tersendat karena skema pembayaran yang beda antara pedagang pasar dan produsen.
Reynaldi menyampaikan pedagang pasar terbiasa membayar produk pengiriman pertama pada pengiriman produk kali kedua. Sementara itu, pabrikan menginginkan skema pembayaran langsung saat produk keluar dari pabrik. "Maka, kami harapkan ada kelonggaran yang diberikan pemerintah (untuk mediasi hal ini)," kata Reynaldi.