Harga Pupuk Melonjak, Produksi Sawit Diramal Kembali Anjlok pada 2024

ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/rwa.
Ilustrasi. Gapki memprediksi produksi sawit pada tahun ini akan naik 4,87% secara tahunan menjadi 53,8 juta ton.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
22/3/2022, 20.35 WIB

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memperkirakan, produksi minyak sawit mentah (CPO) akan kembali anjlok pada 2024 akibat mulai melonjaknya harga pupuk sejak kuartal II 2022.  

Sekretaris Jenderal Gapki Eddy Martono mengatakan, tak ada masalah pada stok pupuk saat ini. Namun demikian, harga pupuk pada tahun ini melonjak dari Rp 6.000 per kg menjadi Rp 11 ribu per kg. 

"Kekurangan pupuk rasanya tidak. Namun dengan harga pupuk yang tinggi, dikhawatirkan petani akan mengurangi dosis pemupukan. (Hal) ini akan berdampak terhadap penurunan produksi (CPO)," kata Eddy kepada Katadata, Selasa (22/3). 

Eddy memperkirakan, pengurangan dosis pemupukan saat ini akan berdampak pada produksi CPO dalam dua tahun mendatang. Kondisi serupa, menurut Eddy, juga pernah terjadi pada 2018 hingga paruh pertama 2019. Alhasil, produksi industri sawit pada 2021 turun tipis 0,63% menjadi 51,3 juta ton dibandingkan realisasi 2020 sebanyak 51,62 juta ton.

Ia menghitung jumlah pupuk yang dibutuhkan industri sawit mencapai 8 juta ton. Sementara itu, volume pupuk bersubsidi  pada tahun ini hanya mencapai 9 juta ton dari total Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) pupuk bersubsidi tahun ini adalah 24,3  juta ton. Pupuk bersubsidi ini  tak hanya diperuntukkan bagi industri sawit

Pada 2020, produksi CPO Indonesia juga turun 0,31% dari 47.180 di tahun 2019. Produksi CPO dalam empat tahun terakhir adalah sebesar 46,89 juta ton (2021), 47,034 juta ton (2020), 47,18 juta ton (2019), dan 43,11 juta ton (2018).

Sementara pada tahun ini, Gapki memprediksi produksi sawit pada tahun ini akan naik 4,87% secara tahunan menjadi 53,8 juta ton. Dengan kata lain, performa 2022 akan melampaui realisasi prapandemi atau pada 2019 sebanyak 52,18 juta ton.

Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI) meramalkan harga pupuk pada semester II-2022 dapat naik hingga 30% akibat kenaikan harga bahan baku pupuk  yang mencapai 30%-40%. 

Harga pupuk urea (N) di pasar global diperkirakan naik hingga 75%. Sementara itu harga pupuk rock phosphate (P) dan potassium klorida (KCl) akan naik hingga 40%. Sementara itu, Harga pupuk urea di dalam negeri diperkirakan hanya akan naik hingga 40% lantaran sebagian urea di dalam negeri akan dipasok oleh PT Pupuk Indonesia. 

Produsen pupuk di dalam negeri masih bergantung kepada tiga negara untuk mendapatkan P dan KCl, yakni Belarusia, Jerman, dan Kanada. Tossin menyebutkan harga dari Belarusia melonjak karena ada ancaman keamanan dari Perang Rusia-Ukraina.

Sementara itu harga dari Jerman dan Kanada naik karena tingginya biaya transportasi akibat kelangkaan kontainer. "Harga memang pasti naik, tapi yang dikhawatirkan terjadinya penurunan ketersediaan," kata Tossin. 

Sekretaris Jenderal APPI Achmad Tossin Sutawikara mengatakan, pabrikan pupuk saat ini sedang menjajaki beberapa negara pemasok P dan KCl lain untuk menggantikan pasokan dari ketiga negara tersebut. Sejauh ini, negara yang sedang dijajaki adalah Selandia Baru dan Laos. 

Namun demikian, Tossin menyebutkan pupuk P dan KCl dari kedua negara tersebut tidak sesuai dengan kualitas yang dibutuhkan pabrikan pupuk domestik.  Di sisi lain, ia juga menyiapkan pabrikan pupuk untuk menghadapi kenaikan harga pupuk yang lebih tinggi lagi akibat peningkatan permintaan pupuk dari Cina. Tossin mencatat, pabrikan urea di Negeri Panda cukup banyak, tetapi kebutuhan pupuk di sana lebih banyak dari produksinya. 

"Tiba-tiba Cina minta pupuk di atas harga pasar. Kalau harga Cina sudah tinggi, konsumen bahan baku pupuk yang lain kalau mau pesan, harus dengan harga mereka," kata Tossin.  

Reporter: Andi M. Arief