Cegah Garam Impor Rembes ke Konsumsi, Produsen Minta SNI Direvisi

ANTARA FOTO/Rahmad/rwa.
Petani menunjukkan bibit garam saat produksi garam tradisional di Desa Lancok, Kecamatan Syamtalira Bayu, Aceh Utara, Aceh, Rabu (23/6/2021). ANTARA FOTO/Rahmad/rwa.
23/3/2022, 17.03 WIB

PT Garam meminta pemerintah merevisi aturan Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait garam konsumsi. Tujuannya agar garam impor yang digunakan industri tidak merembes ke pasar konsumsi. 

Standar yang diajukan untuk diubah adalah kadar NaCl dalam garam konsumsi, dari minimal sebanyak 94% menjadi maksimal 94%. Perubahan standar penting agar pasokan garam petani lokal yang saat ini memenuhi gudang-gudang industri dapat keluar dan tidak bersaing dengan garam impor. 

"Garam impor (kadar NaCl mayoritas) 97%. Jadi (saat ini), garam impor kalau dipakai konsumsi masih masuk karena minimalnya 94%," kata Direktur Utama PT Garam Arif Haendra dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR, Rabu (23/3). 

Arif mengatakan, perubahan SNI dapat  memaksimalkan serapan garam petani lokal. Saat ini kebutuhan garam nasional per kapita adalah 5 gram per hari. Dengan demikian, garam petambak yang dapat diserap oleh konsumsi masyarakat mendekati 500 ribu ton per tahun. 

Sebagai informasi, total produksi garam nasional pada 2021 mencapai 1,52 juta ton. Garam yang diserap rumah tangga hanya sekitar 325 ribu ton. 

Sementara itu, volume impor garam yang diajukan pelaku industri pada tahun lalu mencapai 3,07 juta ton. Garam impor tersebut digunakan oleh industri aneka pangan, chlor alkali plant  (CAP), farmasi, kosmetik, dan pertambangan. 

Industri aneka pangan mensyaratkan garam yang digunakan dalam olahan pangan minimal memiliki kadar NaCl 94%. Di samping itu, kadar NaCl minimal untuk industri CAP adalah 97%, sedangkan untuk industri farmasi mencapai 99%.

Garam impor yang masuk ke dalam negeri jauh lebih banyak dari kapasitas  produksi petani garam. Dia menilai, perubahan standar SNI garam konsumsi akan efektif menghilangkan potensi rembesan. Alasannya, garam impor akan menjadi mahal jika memiliki kadar NaCl di bawah 94%. Pada saat yang sama, garam dengan kualitas tertinggi besutan petani garam nasional memiliki kadar NaCl sebanyak 88% - 94%. 

"Dan itu (garam impor) tidak sehat (untuk langsung dikonsumsi). Seperti air mineral, bukan H2O murni kebutuhannya, (air konsumsi) butuh mineral," kata Arif. 

Menurut data survei geologis Amerika Serikat (AS) atau US Geological Survey, total produksi garam di seluruh dunia sebanyak 290 juta metrik ton pada 2021. Jumlah ini meningkat 3,6% dari tahun sebelumnya yang sebesar 280 juta metrik ton.

Negara penghasil garam terbesar di dunia adalah Tiongkok dengan jumlah produksi sebanyak 64 juta metrik ton atau menyumbang 22,07% dari total produksi garam dunia. Amerika Serikat menyusul di urutan kedua dengan produksi sebesar 40 juta metrik ton.

Produksi garam di India dilaporkan sebanyak 29 juta metrik ton. Kemudian, produksi garam di Jerman dan Australia masing-masing sebesar 15 juta metrik ton dan 12 juta metrik ton.

Permintaan garam diprediksi akan meningkat pada 2022 terutama di kawasan Asia. Ekspor garam Australia dan India telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir untuk memenuhi permintaan yang besar dari Tiongkok.

Laporan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyebutkan, produksi garam pada 2017-2018 meningkat masing-masing sebesar 561,3% dan 144,7% menjadi 1,1 juta dan 2,7 juta ton. Penurunan terbesar produksi garam nasional terjadi pada 2016, yaitu mencapai 93,23% dari 2,5 juta ton menjadi 168 ribu ton.

Sementara itu, kebutuhan garam setiap tahun selalu meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan pertumbuhan industri. 

Reporter: Andi M. Arief