Penangkapan Ikan Berbasis Kuota Akan Tambah Potensi Ekonomi Rp83 T

ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/aww.
Nelayan mengumpulkan ikan hasil tangkapannya di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Dadap, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (9/3/2022).
29/3/2022, 16.26 WIB

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memproyeksikan tambahan perputaran uang hingga puluhan triliun rupiah di zona tiga setelah menerapkan aturan penangkapan ikan terukur berbasis kuota.  Zona tiga yang dimaksud adalah Laut Arafuru, Laut Banda, dan Laut Aru yang lebih dikenal dengan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 714, 715, dan 718. 

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan proyeksi perputaran ekonomi itu akan terjadi jika investor penangkapan ikan masuk ke wilayah tersebut. Sakti menghitung setidaknya ada potensi ekonomi senilai Rp 18 triliun per tahun dari penangkapan ikan sejumlah 2,6 juta ton. 

"Multiplier effectnya bisa 5-6 kali karena industri packaging dan processing. Kira-kira perputaran ekonominya di sana bisa Rp 83 triliun, masyarakat di tujuh provinsi itu sejahtera atau tidak?" kata Sakti di Jakarta, Selasa (29/3). 

Sakti mengatakan, pihaknya masih menunggu penerbitan aturan terkait penangkapan terukur berbasis kuota saat ini. Menurutnya, beleid itu seharusnya terbit pada Januari 2022. 

Dia menyebutkan saat ini aturan tersebut masih dalam tahap proses harmonisasi dan menunggu izin dari Kepala Negara.  Sakti berharap beleid tersebut dapat terbit pada April 2022.

Dengan demikian, pemerintah dapat langsung mengundang investor pada Mei 2022, sedangkan pelaku industri perikanan lokal dapat melakukan konsolidasi. Alhasil, aturan penangkapan terukur berbasis kuota dapat efektif pada akhir kuartal III-2022. 

Sakti menilai implementasi aturan penangkapan ikan terukur dapat menyejahterakan nelayan di masing-masing zona penangkapan ikan. Pasalnya, ikan yang ditangkap wajib didaratkan di zona tempat penangkapan ikan. 

Saat ini, kata Sakti, ikan-ikan yang ditangkap di zona tiga atau WPP 714, 715, dan 718  didaratkan di Pulau Jawa. Alhasil, delapan pelabuhan yang kini telah berdiri dan bertujuan untuk meningkatkan perekonomian bagian timur Indonesia justru terbengkalai 

"Nelayan di wilayah Maluku itu harus jadi tuan rumah di wilayahnya sendiri. Tidak lagi nelayan Jawa nangkap di sana, dibawa lagu ke Jawa," ujar Sakti. 

Dalam mengundang investor, Sakti memberikan pilihan untuk bernaung dalam salah satu dari delapan pelabuhan milik pemerintah atau membangun pelabuhan sendiri. Sejauh ini, Sakti berpendapat investor di industri perikanan tampak antusias. 

Pasalnya, lanjut Sakti, investor melihat adanya keberlanjutan bisnis perikanan karena adanya pembatasan penangkapan ikan kecil. Namun, Sakti khawatir akan kesiapan tenaga kerja lokal akibat aturan penangkapan terukur berbasis kuota ini. 

"Apakah masyarakat setempat siap  tenaga kerjanya? Syarat investasi, investor datang tangkap ikan hanya boleh bawa kapal saja," ucap Sakti. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada 101 perusahaan penangkapan ikan yang beroperasi pada 2020. DKI Jakarta menjadi provinsi dengan jumlah perusahaan penangkapan ikan terbanyak, yaitu 27 sebanyak perusahaan.

Reporter: Andi M. Arief