Himpun Dana Jumbo, BPDPKS Usul Jadi Operator Investasi Pemerintah

ANTARA FOTO/Basri Marzuki/YU
Pekerja menaikkan buah kelapa sawit yang baru panen di kawasan perkebunan sawit di Desa Berkat, Bodong-Bodong, Mamuju Tengah, Sulawesi Barat, Kamis (10/3/2022).
30/3/2022, 18.38 WIB

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) telah mengajukan untuk menjadi Operator Investasi Pemerintah (OIP). Hal ini dinilai penting untuk memperluas jenis portofolio investasi yang bisa dimiliki BPDPKS. 

Salah satu contoh OIP yang kini dimiliki pemerintah adalah Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Secara sederhana, tugas OIP adalah menaruh uang milik pemerintah dalam instrumen investasi untuk mendapatkan keuntungan atau menjaga nilai (hedging) dana agar sama saat digunakan di masa depan.

"Sekarang sedang dalam proses untuk ditentukan sebagai OIP. Kalau sudah, kami bisa bergerak ke jenis-jenis portofolio yang memberikan gain lebih tinggi dari deposito," kata Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR, Rabu (30/1). 

Sejauh ini, BPDPKS baru memiliki dua jenis portofolio, yakni deposito dan Surat Utang Negara (SUN). Adapun, dana yang diinvestasikan merupakan dana yang tidak langsung mengalir ke petani maupun industri biodiesel. 

Hingga Februari 2022, total dana yang telah diinvestasikan oleh BPDPKS mencapai Rp 22,62 triliun. Secara rinci, aset BPDPKS yang berupa SUN senilai Rp 508,4 miliar, sedangkan nilai deposito mencapai Rp 22,11 triliun. 

Mayoritas dana investasi BPDPKS diletakkan pada deposito di Bank dalam Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI) 3 atau sebesar 38,14%. Sementara itu, dana yang diletakkan pada deposito Bank KBMI 4 mencapai 33,98%. 

Adapun, rata-rata bunga yang diberikan pada Bank KBMI 3 per Februari 2022 mencapai 3,09%, sedangkan rata-rata bunga pada Bank KBMI  4 adalah 2,91%. Bank yang memberikan bunga deposito tertinggi adalah PT Bank Mega Tbk. 

Di sisi lain, Eddy meramalkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari BPDPKS pada tahun ini dapat mencapai Rp 68,17 triliun. Angka ini lebih rendah 4,84% dari capaian pengumpulan dana pungutan (DP) ekspor pada 2021 senilai Rp 71,64 triliun. 

Eddy menyebutkan pertumbuhan harga sawit dunia dinilai menjadi pendorong utama tingginya capaian pungutan DP 2021. Berdasarkan data BPDPKS, volume eskpor sawit 2021 tercatat hanya mencapai 36,97 juta ton atau lebih rendah pada realisasi 2017 sebanyak 37,44 juta ton. Namun, nilai ekspor sawit pada tahun lalu mencetak rekor baru atau melonjak 31,99% menjadi US$ 30,32 miliar. 

"Jadi, di 2021 ini memang penerimaan terbesar yang kami terima oleh BPDPKS. Ini disebabkan karena harga sawit yang meningkat terus, sehingga tarif DP ekspor maksimum," kata Eddy. 

Harga rata-rata CPO global sepanjang 2021 di atas US$ 1.000 per ton.  Sementara harga CPO tertinggi terjadi pada Oktober 2021 atau senilai US$ 1.390 per ton. 

Adapun, skema perhitungan BPDPKS pada 2021 adalah senilai US$ 55 untuk penjualan CPO senilai US$ 750 per ton. Setiap penambahan harga jual sebanyak US$ 50 per ton, DP ekspor akan ditambah US$ 20.

Penambahan DP ekspor terus dilakukan hingga nilai jual CPO mencapai US$ 1.000 per ton. Dengan demikian, DP ekspor maksimal adalah US$ 175 per ton.  

Dana sawit yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mulai diterapkan sejak 2015. Salah satu fungsi BPDPKS adalah untuk meningkatkan kesejahteraan petani sawit.

Namun faktanya, keberadaan badan pengelola dana sawit tersebut belum berdampak signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan petani sawit, khususnya di Provinsi Riau. Hal ini terlihat dari masih terjadinya fluktuasi harga Tandan Buah Segar (TBS) yang cenderung turun yang ditetapkan pemerintah.

Reporter: Andi M. Arief