Pasar tenaga kerja Indonesia saat ini sedang dalam masa pemulihan setelah dua tahun dihantam pandemi COVID-19.
Untuk menghadapi tantangan pasca pandemi, dibutuhkan strategi pemulihan inklusif agar sektor ketenagakerjaan dapat menjadi instrumen penting dalam bangkitnya perekonomian nasional.
Dalam Webinar Tripartit yang diselenggarakan oleh Katadata dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bertajuk ‘Strategi Pemulihan Inklusif di Masa Pandemi COVID-19’, Kepala Perwakilan PBB Indonesia Valerie Julliand mengatakan, dampak terberat dari COVID-19 harus disiasati dengan solusi yang dapat mengatasi akar permasalahan, seperti ketidaksetaraan dan diskriminasi di pasar tenaga kerja dan masyarakat.
”Pemerintah Indonesia, serikat pekerja, dan sektor swasta harus bisa memastikan pemulihan pasca pandemi secara inklusif, melindungi hak-hak pekerja, dan merespons ketidaksetaraan serta kesenjangan akibat pandemi COVID-19,” ujarnya.
Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Vivi Yulaswati menjelaskan, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi minus 5 persen pada 2020 akibat pandemi COVID-19.
Namun saat ini, pemulihan sudah tampak yang terlihat dari pertumbuhan ekonomi mencapai 5 persen pada 2021.
Menurut dia, kontraksi perekonomian pada awal masa pandemi memang telah berdampak terhadap pasar tenaga kerja Indonesia.
”Imbasnya, komposisi, jam kerja, dan tingkat produktivitas pasar tenaga kerja ikut mengalami perubahan,” ujar dia.
Dia berpendapat, pemulihan ketenagakerjaan di Indonesia akan dapat berjalan baik apabila vaksinasi booster dapat bergulir secara efektif.
Sebab, terbukti secara empiris, ketika program vaksinasi bergulir sejak tahun kedua pandemi, mobilitas masyarakat kembali bergeliat, dan aktivitas perekonomian mulai membaik.
Ketangguhan ekonomi masyarakat juga dapat dibangun melalui perlindungan sosial yang adaptif. Mekanisme perlindungan sosial ini dirancang untuk melindungi masyarakat dari berbagai ancaman yang ditinjau dari aspek geografis dan demografis.
”Perlindungan sosial ini juga juga dibangun dengan kombinasi ancaman perubahan iklim dan risiko bencana alam,” ujarnya.
Sementara Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban mengatakan, ada perubahan perilaku dalam relasi industrial yang secara langsung terbentuk akibat pandemi.
Salah satunya prioritas terhadap dialog sosial atau bipartit demi keberlanjutan bisnis dan mempertahankan lapangan kerja.
”Kami harus mengapresiasi terhadap pemerintah yang telah membuka Balai Lapangan Kerja (BLK). Tapi momen pasca pandemi harus diingat, transformasi digital harus diutamakan,” katanya.
Di sisi lain, banyaknya pemutusan hubungan kerja dan perubahan komposisi tenaga kerja membutuhkan adaptasi baru. Adaptasi ini juga harus mengutamakan pada kesetaraan dan keadilan sosial.
”Bantuan sosial bagus, tapi ada ketimpangan gender di mana akses bantuan untuk perempuan lebih sulit,” kata Elly seraya menambahkan harus ada terobosan untuk kesetaraan dan inovasi model ekonomi, seperti ekonomi hijau atau ekonomi sirkular.
Adapun Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardana, mengatakan implementasi strategi pemulihan tidak bisa digeneralisasi untuk semua kelompok usaha.
Setiap kelompok usaha seharusnya mempunyai penanganan khusus yang telah dikategorikan berdasar skala bisnisnya.
"Ini penting sekali karena kadang-kadang kebijakan publik terlalu digeneralisasi, sehingga tidak bisa menyasar segmen-segmen tertentu,” ujarnya.
Padahal, kaum pekerja sekitar 90 persen berada di sektor usaha menengah, kecil dan bahkan kecil sekali. ”Jadi fokus kebijakan bisa diarahkan ke sana," kata Danang.
Terkait dengan pengembangan sumber daya manusia (SDM), Danang mengatakan dunia usaha saat ini tengah memprioritaskan inovasi, penyesuaian teknologi, dan peningkatan keterampilan tenaga kerja. Semuanya berpusat pada pengembangan SDM sekaligus inovasi di sektor ketenagakerjaan.
”Penting juga kemampuan beradaptasi dengan lingkungan sosial saat ini, yang mengharuskan kita menaati protokol kesehatan,” ujarnya.
Menurut dia, pemerintah juga perlu sigap menghadapi berbagai tantangan yang sekarang ini tengah menjadi tren dunia. Pemerintah perlu responsif melakukan pembaruan regulasi yang berdasarkan perkembangan situasi di dunia industri.
Penyesuaian regulasi terhadap perkembangan situasi di dunia industri, menurut Danang, akan membuat hubungan perusahaan dengan karyawan bisa terus berkembang secara positif.
Kendati tak luput dari berbagai kendala teknis, tapi tetap ada optimisme bahwa relasi industrial di masa depan akan berjalan lebih dinamis.
“Secara regulasi, pada dasarnya hubungan perusahaan dengan karyawan secara makro baik. Meski ada kendala, tapi ada pertumbuhan berjalan dinamis dan organik,” kata dia.