Sistem Bayar Tol Tanpa Berhenti Akan Diterapkan, Potensi Pelanggar 20%

ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/wsj.
Kendaraan melintas di jalan tol Merak-Jakarta di Kabupaten Serang, Banten, Selasa (15/3/2022). Kementerian PUPR melalui Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT) menargetkan sistem pembayaran tol nontunai nirsentuh berbasis Multi Lane Free Flow (MLFF) akan diterapkan 100 persen pada tahun 2023.
20/5/2022, 18.51 WIB

Sistem multi lane free flow (MLFF) atau pembayaran tol tanpa berhenti akan segera diterapkan di Indonesia. Namun, Intelligent Transport System (ITS) Indonesia mendata lebih dari 20% pengguna jalan tol berpotensi menyalahgunakan sistem transaksi non tunai tersebut.

Dalam sistem MLFF, pengguna jalan tidak lagi berhenti untuk melakukan pembayaran di gerbang tol. Pembayaran tarif tol dilakukan secara otomatis melalui aplikasi yang terpasang di gawai pengguna jalan.

Sebelumnya, pengguna jalan tol harus  mendaftarkan kendaraannya berdasarkan nomor polisi. Setelah itu, pengguna perlu  menghubungkan aplikasi tersebut dengan dompet elektronik. Saat akan memasuki jalan tol, pengguna harus mengaktifkan aplikasi tersebut sehingga teknologi Global Navigation Satellite System (GNSS) dapat memastikan posisi pengguna jalan. 

Meskipun demikian, sistem tersebut memiliki kekurangan. Vice President of Standardization and Monitoring Evaluation ITS Resdiansyah mengatakan, pengguna jalan bisa mematikan aplikasi tersebut.

"Kami telah menjalankan survey, ada kemungkinan 20% - 30% (melanggar sistem MLFF karena) orang akan mematikan (aplikasi) atau ketidaktahuan karena sosialisasi yang kurang," kata Resdiansyah dalam focus group discussion (FGD) "Penerapan Denda dalam Implementasi MLFF", Jumat (20/5). 

Dia mengatakan, polisi akan menggunakan teknologi Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) untuk menindak oknum pengguna yang nakal. Teknologi tersebut akan dihubungkan dengan GNSS yang berbasiskan data pemilik kendaraan nasional.

Namun ada potensi pengguna jalan tol bisa memasang pelat nomor palsu sehingga sistem MLFF tidak bekerja pada kendaraan tersebut.  Walaupun ETLE berhasil menangkap oknum tersebut, Resdiansyah menilai penelusuran oknum tersebut akan memakan waktu. Oleh karena itu, Resdiansyah menyarankan pengawasan sistem MLFF tidak hanya dilakukan oleh aparat hukum, namun juga pihak jasa pembayaran. 

Resdiansyah menilai pengawasan dari berbagai pihak penting lantaran potensi oknum yang tidak membayar tarif tol menjadi salah satu kekhawatiran badan usaha jalan tol (BUJT) enggan menggunakan sistem MLFF. Saat ini, BUJT tidak ada potensi kehilangan pendapatan karena pengguna jalan tidak membayar. 

Oleh karena itu, Resdiansyah mengusulkan agar sistem MLFF diterapkan pada jenis kendaraan tertentu pada tahap pertama, yakni kendaraan niaga. Menurutnya, hal ini dapat menguji efektivitas sistem MLFF. 

Di sisi lain, Resdiansyah menilai sanksi yang diberikan kepada pelanggar sistem MLFF diberikan berupa denda atau sanksi perdata. Namun demikian, nilai sanksi yang diberikan harus mberikan nilai jera. 

"SLA (service level agreement) harus dibicarakan baik-baik, tapi tidak memberatkan konsumen. Kalau di beberapa negara denda (oknum yang melanggar sistem MLFF) bisa 20-30 kali lipat dari tarif tolnya," kata Resdiansyah. 

Menurut data Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), sampai Februari 2022 total panjang jalan tol yang beroperasi di Indonesia mencapai 2.499,05 kilometer (km). Jalan tol terpanjang merupakan Trans Jawa dengan panjang 1.056,38 km yang terbagi dalam 20 ruas.

 

Reporter: Andi M. Arief