Harga Tiket Pesawat Meroket, Pariwisata Domestik Kembali Terpukul

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/pras.
Sejumlah penari tampil menghibur delegasi Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022 saat mengunjungi Desa Adat Penglipuran, Bangli, Bali, Sabtu (28/5/2022). Kunjungan delegasi GPDRR 2022 ke sejumlah tempat wisata seperti Desa Adat Penglipuran, Kintamani, Besakih, GWK, Kertha Gosa dan Uluwatu untuk mengenalkan pariwisata Bali yang kembali pulih setelah pandemi COVID-19.
2/6/2022, 10.43 WIB

Harga tiket pesawat melambung menyusul kenaikan tarif bahan bakar Avtur. Kondisi ini diprediksi berdampak pada pertumbuhan wisata domestik.

Ketua Umum Asosiasi Travel Indonesia (Asita), Nunung Rusmiati, mengatakan harga tiket persawat yang tinggi akan berdampak pada pemulihan pariwisata. Padahal saat ini, pariwisata sedang berusaha untuk bangkit setelah terpukul pandemi Covid-19.

Dia mengatakan, saat ini pergerakan pariwisata sebenarnya lebih banyak bergerak di sektor domestik. Sementara wisata ke mancanegara belum tumbuh signifikan.

Namun harga tiket pesawat yang tinggi akan berdampak pada angka perjalanan domestik, akibatnya pertumbuhan wisatawan domestik pasti terpengaruh,” ujarnya kepada Katadata.co.id, Kamis (2/6).

Nunung, mengatakan harga tiket pesawat domestik sebenarnya tidak naik karena mengikuti aturan Kementerian Perhubungan yang telah menetapkan batas tarif bawah dan atas. Namun demikian, saat ini tiket pesawat domestik sedang berada di batas harga tertinggi.

“Harga tiket ada terendah dan tertinggi. Saat ini yang dipakai adalah harag tertinggi,” ujarnya.

 Hal itu berbeda dengan sebelumnya dimana masakapai penerbangan banyak menerapkan harga promo. Dengan demikian, harga tiket pesawat menjadi lebih murah.

Sekjen Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Pauline Suharno mengatakan, maskapai penerbangan saat ini sudah lama tidak menerapkan promo harga tiket pesawat. Dengan demikian, harga tikte pesawat menjadi lebih tinggi dari sebelumnya.

Meskipun tidak ada kenaikan batas tarif tiket pesawat, dia mengatakan, Kementerian Perhubungan telah mengizinkan maskapai penerbangan untuk mengenakan fuel surcharge. Fuel surcharge adalah biaya yang digunakan untuk menutupi selisih harga avtur karena adanya kebijakan tarif batas atas oleh pemerintah. Biaya fuel surcharge inilah yang dibebankan pada konsumen sehingga harga tiket bisa lebih mahal.

Pauline mengatakan, harga tiket pesawat yang tinggi dapat memperlambat pertumbuhan pariwisata. Namun demikian, dia optimistis minat masyarakat untuk berwisata tetap tinggi.

“Jadi kalau memang sudah niat pergi, pasti tetap akan pergi. Hanya wisatawan akan menyesuaikan budget, jadi pindah destinasi, atau naik ke pesawat yang lebih murah,” ujarnya.

 Salah seorang traveler Magdalena Krisnawati mengatakan, dirinya berminat untuk menjelajahi tempat pariwisata baru selain Bali dan Lombok. Namun harga tiketnya saat ini masih mahal. Misalnya saja untuk tujuan Jakarta-Pangkalan Bun dipatok sekitar Rp 2,3 juta untuk maskapai Lion Air.

“Gimana mau wisata di Indonesia saja kalau tiketnya semahal itu,” ujarnya.

Traveler lainnya, Galih Gumelar, mengatakan bahwa harga tiket pesawat Jakarta-Bali tahun ini jauh lebih tinggi dari sebelumnya. Saat menggunakan pesawat tujuan Bali-Jakarta pada Maret 2022, dia membayar tiket pesawat Citilink senilai Rp1,1 juta.

“Padahal saat berangkat, Mei 2021, harga tiket pesawatnya masih Rp 450 ribu,” ujar Galih yang sempat menetap di Bali selama hampir setahun tersebut.

Wabah virus Covid-19 menghantam berbagai industri, termasuk pariwisata. Industri pariwisata di Amerika Utara, Eropa, dan Asia diproyeksikan menurun.

Penurunan terbesar dialami Asia dari US$ 225,9 miliar pada 2019 menjadi US$ 164,7 miliar pada tahun ini. Pariwisata di wilayah Asia turun hingga 27%.

Reporter: Andi M. Arief