Mengenal Shrinkflation, Trik Produsen Diam-diam Kurangi Ukuran Produk

ANTARA FOTO/Didik Suhartono
Ilustrasi.
Penulis: Happy Fajrian
12/6/2022, 16.17 WIB

Inflasi tengah mendera perekonomian dunia yang mulai pulih dari dampak pandemi Covid-19. Produsen memiliki trik tersendiri dalam mengatasi lonjakan biaya bahan baku, tenaga kerja, hingga logistik. Trik tersebut adalah shrinkflation.

Para ahli mengatakan shrinkflation marak di tengah tingginya inflasi, di mana produsen mengurangi ukuran produknya, dengan harga yang tetap atau bahkan lebih tinggi (mahal), untuk mengatasi tekanan inflasi yang membuat ongkos produksi melonjak.

Shrinkflation bukan fenomena baru. Tapi marak terjadi di saat inflasi tinggi karena perusahaan berjibaku menghadapi tingginya biaya bahan baku, pengemasa, tenaga kerja dan logistik,” kata para ahli seperti dikutip npr.org, Minggu (12/6).

Dalam ekonomi shrinkflation juga dikenal sebagai grocery shrink ray (sinar penyusut produk), deflasi, atau package downsizing (perampingan paket). Ini adalah proses untuk mengurangi ukuran atau kuantitas produk yang dijual, atau bahkan menurunkan kualitasnya, dengan harga yang sama atau bahkan lebih mahal.

Praktik ini membuat perusahaan mampu meningkatkan marjin operasional dan profitabilitasnya dengan menurunkan biaya produksi dengan tetap mempertahankan volume penjualan.

Profesor manajemen rantai pasok Arizona State University, Hitendra Chaturvedi mengatakan bahwa ia tak menyangsikan bahwa saat ini banyak perusahaan yang bergelut dengan kekurangan tenaga kerja dan tingginya harga bahan baku.

Namun pada berberapa kasus shrinkflation, keuntungan perusahaan yang melakukannya mengalami peningkatan signifikan. “Saya merasa itu sangat mengganggu,” ujarnya.

Dia mencontohkan Mondelez International, produsen coklat Cadbury Dairy Milk di Inggris yang mengurangi ukuran produknya tanpa menurunkan harganya pada 2021. Alhasil, pendapatan operasional perusahaan tersebut ketika itu melonjak hingga 21%.

“Namun (pendapatan operasional) turun 15% pada kuartal pertama 2022 seiring tekanan biaya yang meningkat,” ujar Chaturvedi.

Sementara itu Pepsi Co., yang juga melakukan hal yang sama, laba operasional pada 2021 meningkat 11% dan 128% pada kuartal I 2022. Pepsi Co. melakukan shrinkflation salah satunya pada produk makanan ringan Fritos ukuran pesta (party size) dari 18 ons menjadi 15,5 ons dengan harga sama.

“Saya tidak mengatakan mereka mengeruk keuntungan, tapi ‘baunya’ seperti itu,” kata Chaturvedi. “Apakah kita menggunakan kendala pasokan sebagai senjata untuk menghasilkan lebih banyak uang?”

Mantan asisten jaksa agung Massachusetts, Amerika Serikat (AS), Edgar Dworsky, yang kini beralih menjadi advokat konsumen memantau fenomena shrinkflation di AS dan menginformasikannya ke publik melalui laman yang ia kelola, consumerworld.org selama beberapa dekade terakhir.

Adapun gelombang shrinkflation baru-baru ini pertama kali ia temukan pada musim gugur tahun lalu. Beberapa merek terkenal yang ia temukan di antaranya makanan ringan Fritos yang berada di bawah bendera Pepsico, kondisioner Pantene yang diproduksi Proctor & Gamble Co., sekaleng kopi Nescafe Azera Americano dari Nestle, tisu Kleenex dan Cottonelle dari Kimberly-Clark

“Shrinkflation menarik bagi produsen karena mereka tahu konsumen akan memperhatikan kenaikan harga namun tidak akan memperhatikan detail kecil seperti berat bersih pada produk. Perusahaan juga menggunakan trik untuk mengalihkan konsumen dari shrinkflation dengan pengemasan yang lebih menarik,” ujar Dworsky.

Meski demikian tak semua produsen melakukan trik ini secara diam-diam. Di Jepang, Calbee Inc. mengumumkan pengurangan berat bersih 10% dan menaikkan harga 10% sejumlah produk makanan ringannya. Mereka beralasan ini dilakukan karena adanya lonjakan harga bahan baku.

Kemudian Domino’s Pizza di AS pada Januari 2022 mengumumkan mengurangi kuantitas chicken wings dari 10 potong menjadi 8 potong dengan harga yang sama US$ 7,99. Domino beralasan ini dilakukan karena naiknya harga ayam.

Sama halnya di India, produsen barang perawatan diri dan makanan Dabur India, selalu melakukan “down switching” istilah lain dari shrinkflation, terutama di kawasan pedesaan di mana konsumen lebih sensitif terhadap perubahan harga.

“Di kota, perusahaan hanya tinggal menaikkan harga. Perusahaan kami telah melakukannya secara terbuka selama bertahun-tahun,” kata Corporate Communications Dabur India, Byas Anand.