Luhut Optimistis Nilai Ekspor Besi dan Baja Naik 39% Berkat Hilirisasi

ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah
Petugas beraktivitas di pabrik pembuatan baja Kawasan Industri Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (4/10/2019). Kementerian Perindustrian mendorong percepatan pembangunan klaster industri baja Nasional di Cilegon dan Banten untuk memacu peningkatan target produksi sebanyak 10 ton baja pada tahun 2025..
23/6/2022, 14.30 WIB

Pemerintah tengah melakukan transformasi industri dengan mengalihkan ekspor bahan mentah menjadi barang jadi atau setengah jadi. Langkah itu berdampak pada peningkatan nilai ekspor Indonesia tahun ini.

Menteri  Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyoroti salah satu transformasi ekonomi pada industri baja. Menurutnya, hilirisasi industri baja ke produk baja nirkarat mendorong total nilai ekspor nasional ke level US$ 232 miliar pada 2021. 

"Kalau ini semua proses berjalan baik, kita bisa ekspor (dengan nilai) lebih dari US$ 240 miliar (pada tahun ini)," kata Luhut dalam acara Bangga Buatan Indonesia Lagawi Fest 2022 yang disiarkan secara daring, Kamis (23/6). 

Luhut menyebutkan realisasi nilai ekspor pada tahun lalu mejadi rekor tertinggi sepanjang sejarah. Adapun, 70% dari peningkatan nilai ekspor berasal dari hilirisasi besi dan baja. 

 Dia mencatat, hilirisasi membuat nilai ekspor industri baja mencapai US$ 20,9 miliar pada 2021. Angka itu naik 91,74% dari capaian 2020 senilai US$ 10,9 miliar. 

Pada semester I-2022, nilai ekspor besi dan baja nasional baru mencapai US$ 9,5 miliar. Namun demikian, Luhut optimistis nilai ekspor besi dan baja pada akhir tahun ini dapat tumbuh 39,02% menjadi US$ 28,5 miliar. 

Luhut mengatakan, hilirisasi industri besi dan baja akan berlanjut. Menurutnya, komoditas selanjutnya yang akan menjadi fokus pemerintah adalah baterai litium dan mobil listrik (EV). 

Sejauh ini, telah ada empat produsen baterai listrik yang menyatakan komitmen atau sedang membangun pabrik baterai listrik di dalam negeri. Produsen yang dimaksud adalah Contemporary Amperex Technology Co Ltd (CATL), LG Chem (LG), BASF, VW, dan Bristishvolt.

"Kita akan menjadi produsen lithium battery nomor satu atau nomor dua pada 2029," kata Luhut. 

 Tantangan Ekspor

Luhut mengatakan berlanjutnya hilirisasi industri membuat defisit neraca perdagangan semakin menyusut. Salah satu mitra dagang yang menjadi sorotan Luhut adalah Cina. 

Luhut mencatat hilirisasi industri baja membuat defisit neraca dagang dengan Negeri Panda susut dari minus US$17 miliar pada 2019 menjadi minus US$ 2,5 miliar. Menurutnya, neraca perdagangan Indonesia terhadap Cina akan surplus pada tahun ini. 

Namun demikian, Cina belum lama ini mengenakan bea masuk anti dumping (BMAD) kepada produk baja nirkarat Indonesia sebesar 20%. Luhut menilai pengenaan BMAD tersebut dilakukan lantaran harga baja nirkarat Indonesia sangat kompetitif. 

Luhut mengatakan harga kompetitif baja nirkarat Indonesia disebabkan oleh efisiensi biaya produksi dari sisi energi dan logistik. Luhut mencatat harga listrik yang diterima industri baja nirkarat nasional lebih murah 50% dari Cina atau senilai US$0,05 per kilowatt hour (Kwh). 

"(Selain itu,) transportation cost lebih rendah (di sekitar) US$ 1 - US$ 2, sedangkan mereka sampai US$ 15 - US$ 20," kata Luhut. 

 Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor besi dan baja nasional pada Januari-Desember 2021 mencapai US$ 21,47 miliar atau sekitar Rp 307,04 triliun. Tiongkok jadi tujuan terbesar.

Reporter: Andi M. Arief