Ekspor CPO Lampaui Sejuta Ton, Harga TBS Diramal Normal Bulan Depan

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) melakukan aksi unjuk rasa di wilayah Patung Kuda, Jakarta, Selasa, (17/5/2022). Dalam aksi tersebut mereka menuntut pemerintah untuk mencabut larangan ekspor minyak goreng dan CPO yang diduga menyebabkan anjloknya harga TBS (tandan buah segar) kelapa sawit dan mengakibatkan perekonomian rumah tangga petani sawit se-Indonesia menjadi sangat tertekan.
24/6/2022, 14.48 WIB

Kementerian Perdagangan (Kemendag) menargetkan harga tandan buah segar (TBS) sawit akan kembali normal mulai Juli 2022. Hal itu disebabkan karena ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya sudah mulai banyak sehingga industri bisa menyerap TBS sawit petani kembali. 

Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, mengatakan, volume ekspor hingga 24 Juni 2022 pukul 07.15 WIB telah lebih dari 1 juta ton.  Volume ekspor tersebut dihitung setelah larangan ekspor CPO dan produk turunannya dicabut pada 23 Mei 2022.

"Tidak bisa simsalabim. Kalau ekspor sebulan lagi lancar, berarti kira-kira pabrik akan mengolah (TBS) lagi. Mungkin sebulan lagi (harga TBS) naik tuh," kata Zulkifli di Press Room Kementerian Perdagangan, Jumat (24/6). 

Berdasarkan data Kemendag, total persetujuan ekspor (PE) yang diterbitkan mencapai 892 unit kepada 37 perusahaan. Minyak goreng DMO yang telah disetorkan produsen adalah 450.221 ton dan saldo ekspor yang bisa diterbitkan mencapai 2,25 juta ton. 

 Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mendata harga rata-rata TBS per 23 Juni 2022 senilai Rp 1.150 per kilogram (Kg) di kebun swadaya dan Rp 2.010 per Kg di kebun plasma. Apkasindojuga  mencatat ada daerah dengan harga TBS hanya Rp 600 per Kg. 

"(Harga) CPO dunia sedang baik saat ini, tapi harga TBS yang kami terima justru sebaliknya. Ini yang kami protes , karena semua dibebankan kepada kami petani sawit," kata Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung, Kamis (23/6). 

Gulat mengatakan, harga TBS di dalam negeri lebih rendah hingga 70% dari harga minyak sawit mentah (CPO) dunia. Menurutnya, faktor yang membuat harga TBS domestik rendah adalah biaya fiskal eksportasi CPO, yakni bea keluar (BK), pungutan ekspor (PE), kewajiban pasar domestik (DMO), dan flush-out (FO). 

Karena biaya fiskal tersebut, Gulat menghitung harga CPO dalam negeri menjadi hanya Rp 10.176 per Kg. Alhasil, rata-rata harga yang diterbitkan Dinas Perkebunan per daerah adalah Rp 2.165 per Kg. 

 Gulat mendorong agar pemerintah menurunkan total pungutan ekspor dan bea keluar menjadi US$ 350 per ton dari posisi saat ini US$ 488 per ton. Menurutnya, hal tersebut akan mendongkrak harga TBS menjadi Rp 3.400 per Kg atau naik hampir tiga kali lipat dari posisi saat ini. 

Selain biaya ekspor CPO, Gulat menilai anjloknya harga TBS disebabkan oleh lambatnya ekspor CPO dan turunannya. Gulat menghitung nilai kerugian yang ditanggung petani sejak larangan ekspor adalah senilai Rp 18 triliun, sedangkan sejak Februari 2022 telah mencapai Rp 30 triliun.

"Dari 1.118 unit pabrik sawit, diperkirakan 58 pabrik tutup total, sedangkan 114 unit pabrik buka-tutup. Apakah ini juga karena harga CPO global lagi turun?" kata Gulat. 

 Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengungkapkan nilai ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) mencapai US$ 35 miliar pada 2021. Nilai ini meningkat 52,8% dari US$ 22,9 miliar pada 2020.

Reporter: Andi M. Arief