Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau (PPSKI) menyatakan harga ternak untuk kebutuhan Idul Adha turun hingga 25% karena wabah penyakit mulut dan kuku (PMK). Mereka khawatir jika ternaknya dipotong paksa karena terkena wabah PMK.
Ketua Umum PPSKI, Nanang P. Subendro, mengatakan bahwa wabah PMK menyerang ternak dengan sangat masif. Seluruh provinsi di Pulau Jawa telah menjadi zona merah. Zona merah ditetapkan pada provinsi dengan jumlah ternak terjangkit PMK lebih dari 50%.
Kondisi itu menyebabkan peternak menjadi panik. Mereka akhirnya menjual harga ternak untuk kebutuhan Idul Adha lebih murah hingga 25 % dari harga normal.
Peternak khawatir jika ternaknya tidak segera dijual, maka akan rentan terjangkit wabah PMK dan harganya menjadi lebih anjlok. Pasalnya, harga sapi yang dipotong paksa karena terinfeksi wabah PMK bisa turun menjadi Rp 8-10 juta.
“Dipotong paksa itu penurunannya luar biasa, sapi yang harganya sekitar Rp 25 juta turun menjadi Rp 10-8 juta. Ini yang membuat peternak sangat terpukul,” kata Nanang dalam webinar “Idul Adha Dibayang-Bayangi PMK, Amankah?”, Kamis (30/6).
Nanang mengatakan, panic selling juga terjadi sejak Kementerian Pertanian (Kementan) mengeluarkan pedoman lalu lintas ternak selama PMK. Dalam pedoman itu, ternak yang berasal dari zona merah tidak boleh sama sekali keluar dari daerah tersebut. Dengan demikian, Nanang mengatakan, peternak zona merah tidak bisa menjual ke kota besar seperti Jakarta dan Bandung yang selama ini tingkat konsumsinya tinggi.
Kementan membagi kawasan hewan ternak selama wabah PMK menjadi empat bagian, yakni daerah wabah, daerah tertular, daerah terduga, dan daerah bebas. Daerah wabah merupakan wilayah yang telah resmi ditetapkan mengalami wabah PMK oleh Kementan.
Sementara itu, daerah tertular adalah wilayah dengan hewan ternak yang telah terkonfirmasi terjangkit PMK melalui uji lab. Daerah terduga adalah wilayah yang telah dilaporkan memiliki wabah PMK namun masih menunggu hasil uji lab. Terakhir, daerah bebas adalah wilayah yang tidak memiliki wabah PMK.
Pada 9 Mei 2022, Kementan pertama kali menetapkan dua kabupaten di DI Aceh dan empat kabupaten Jawa Timur sebagai daerah wabah. Saat ini, penyebarannya sudah meluas signifikan.
Berdasarkan data siagapmk.id per 1 Juli 2022 pukul 11.29 WIB, jumlah provinsi yang telah terjangkit menjadi 19 provinsi di 223 kabupaten/kota. Selain itu, jumlah ternak terjangkit naik 10 kali lipat dari 20.723 ekor pada 9 Mei 2022, menjadi 298.933 ekor.
Nanang mengusulkan Badan Pangan Nasional (Bapenas) menugaskan Perum Bulog untuk menjadikan daging hasil ternak yang dipotong paksa sebagai stok penyangga. Menurutnya, langkah ini dapat menghemat devisa dibandingkan penugasan saat ini kepada Bulog, yakni impor 100.000 ton daging kerbau beku dari India.
Di samping itu, Nanang meminta agar pemerintah memberikan dana santunan kepada peternak terdampak PMK. Sejauh ini, Kementan telah menetapkan dana santunan bagi ternak yang mati karena PMK maksimal Rp 10 juta per ekor. Namun demikian, dana santunan yang diajukan oleh Kementan hanya untuk 15.000 ekor atau senilai Rp 150 miliar.
Adapun, total anggaran yang telah disetujui dalam rapat koordinasi terbatas bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian adalah Rp 4,66 triliun. Dana teresebut akan berasal dari anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Dana itu akan digunakan untuk lima tujuan, yani pengadaan vaksin dan sarana pendukungnya (Rp 2,83 triliun), operasional vaksinasi (Rp 866,27 miliar), pendataan ternak (Rp 570,09 miliar), bantuan penggantian ternak (Rp 225 miliar), dan penanganan dan pencegahan penyebaran PMK (Rp 159,52 miliar).
Kementan berencana mendistribusikan vaksin ke 359 lokasi. Dana yang dihabiskan untuk distribusi ditaksir mencapai Rp 35,9 miliar.
Proses distribusi tersebut akan menggunakan 359 rantai dingin dengan total nilai Rp 197,4 miliar dan 40,66 juta unit logistik pendukung vaksinasi senilai Rp 81,33 miliar. Adapun, biaya vaksinasi dua dosis terhadap 29,55 juta ekor hewan diperkirakan sekitar Rp 738,79 miliar.