Asosiasi Pengusaha Impor Daging Indonesia (Aspidi) menyatakan impor daging terhambat karena kelangkaan kontainer. Padahal, impor daging dibutuhkan untuk mengatasi lonjakan harga di tengah penyebaran wabah penyakit mulut dan kuku (PMK).
Sekretaris Jenderal Aspidi, Suhandri, mengatakan saat ini permintaan daging sapi di pasar mengalami penurunan akibat wabah penyakit mulut dan kuku (PMK). Oleh karena itu, percepatan impor daging sapi harus tetap dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan permintaan pada akhir Juli 2022 atau awal Agustus 2022.
"Pada saat (permintaan daging) ke titik normal, khawatirnya kami tidak siap dengan stok, akhirnya menyebabkan harga naik. ( Percepatan importasi daging) memang harus dilakukan," kata Suhandri kepada Katadata.co.id, Jumat (1/7).
Namun demikian, impor daging tersebut terhambat oleh kelangkaan kontainer karena waktu pengapalan bertambah. Kelangkaan kontainer tersebut disebabkan karena adanya pandemi Covid-19 yang menghambat perdagangan global.
Suhandri mencatat, waktu pengapalan daging sapi dari Selandia Baru naik dari 1,5 bulan menjadi 3 bulan, sedangkan dari Australia naik dari 2 minggu menjadi 2 bulan.
Selain itu, waktu persiapan importasi pun menjadi lebih panjang. Suhandri mengatakan waktu persiapan importasi dari Selandia Baru dan Australia memakan waktu sekitar 1,5-2 bulan.
Artinya, total waktu importasi dari masa persiapan hingga tiba di dalam negeri bisa mencapai 5 bulan. Oleh karena itu, Suhandri mengatakan volume daging sapi impor dalam jumlah besar baru paling cepat dapat terjadi sekitar September-Oktober 2022.
"Sekarang, pemantauan stok di dalam negeri penting. Mungkin sekarang-sekarang ini (kebutuhan daging akan dipasok oleh) daging segar (dari ternak lokal)," kata Suhandri.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat Rata-rata harga eceran daging sapi pada tahun ini mencetak rekor baru selama lima tahun terakhir pada Mei 2022 senilai Rp 137.552 per Kg. Salah satu penyebab lonjakan harga tersebut adalah produksi daging sapi lokal yang belum dapat memenuhi kebutuhan nasional.
Berdasarkan data Kemendag, stok sapi bakalan atau sapi hidup mencapai 94.750 ekor atau setara dengan 18.162 ton. Sementara itu, total persediaan daging beku hingga 21 Juni 2022 mencapai 22.989,5 ton.
Mayoritas daging beku dipasok oleh Asosiasi Pengusaha Impor Daging Indonesia (Aspidi) atau sebanyak 12.873 ton. Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Protein Hewani Indonesia (APPHI) berkontribusi hingga 8.101 ton.
Total pasokan daging yang ditopang oleh badan usaha milik negara (BUMN) hanya 415,5 ton. Seara rinci, Perum Bulog menyumbang sebanyak 348 ton, sedangkan PT Berdikari hanya 67,5 ton.
Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, mengatakan pemerintah memiliki stok daging impor sekitar 120.000 ton. Perum Bulog mendapatkan penugasan untuk mengimpor 100.000 ton daging kerbau beku dari India, sedangkan Berdikari ditugaskan mengimpor 20.000 daging kerbau beku dari Brasil.
Selain Selandia Baru dan Australia, Indonesia juga mengimpor daging lembu dari India. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Indonesia telah mengimpor 419.640 ton daging sejenis lembu dari India sejak 2016 sampai 2021.