Jokowi Waspadai Dampak Kenaikan Harga Gandum pada Industri Makanan
"Saya tanya ke Presiden Zelenskyy, stok gandum di Ukraina (saat ini) 22 juta ton, tidak bisa dijual. Kemudian ada panen (gandum) baru (sebesar) 55 juta ton. Artinya, stoknya (di Ukraina) sudah 77 juta ton," kata Jokowi dalam Puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional ke-29 di Medan, Kamis (7/7).
Tertahannya stok tersebut menyebabkan harga gandum di pasar global telah naik 30%-50% secara tahun berjalan. Kenaikan harga gandum internasional akan berdampak pada industri makanan di dalam negeri, khususnya yang menggunakan bahan baku tepung terigu seperti biskuit, roti, dan mie.
Di sisi lain, Jokowi mencatat bahwa stok dan harga beras dalam negeri masih terkendali. Indonesia bahkan sudah berhenti mengimpor beras sejak 2019.
"Rakyat kita, utamanya petani, masih berproduksi beras dan sampai saat ini harganya belum naik. Biasanya kita impor 1,5 juta - 2 juta ton. Ini sudah tidak impor beras lagi," kata Jokowi.
Dia mengatakan, kemandirian pangan menjadi faktor yang penting saat ini. Oleh karena itu, Presiden Jokowi mengajak pemerintah daerah untuk memanfaatkan seluruh lahan dalam berbagai ukuran agar dimanfaatkan sebagai lahan pertanian.
"Saya mengajak kepada seluruh bupati, utamanya walikota, untuk memanfaatkan lahan-lahan yang sekecil apapun untuk menanam, untuk berproduksi kebutuhan pangan sehari-hari. Penting. Jangan sampai ada lahan kosong," ujarnya.
Tidak hanya dari Rusia dan Ukraina, Indonesia mengimpor gandum dari Australia. Berdasarkan laporan Trademap, sepanjang 2021 Indonesia mengimpor gandum dan meslin dari Australia senilai US$1,47 miliar. Angka itu melonjak 515% dibandingkan nilai impor tahun 2020 yang hanya sebesar US$239,84 juta.
Berdasarkan kuantitasnya, volume gandum dan meslin yang diimpor juga meningkat dari 830,83 ribu ton pada 2020 menjadi 4,69 juta ton pada 2021.