Penyebab 95% Kargo dari Belawan Harus Lewat Singapura dan Malaysia

ANTARA FOTO/Septianda Perdana/foc.
Petugas operator Pelindo 1 memantau aktivitas peti kemas di Terminal Pelabuhan BICT Belawan Medan, Sumatera Utara, Rabu (15/7/2020).
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Yuliawati
13/7/2022, 16.53 WIB

Indonesian National Shipowners' Association (INSA) menyatakan jalur barang ekspor dari Sumatra Utara (Sumut) masih sulit untuk langsung dikirim ke negara tujuan ekspor. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mencatat selama kurun Januari-Mei 2022, 95% total volume ekspor dari Pelabuhan Belawan singgah di Malaysia dan Singapura.

INSA mengatakan seluruh barang ekspor dari Sumut dikirim dengan skema transhipment atau singgah di tiga negara sebelum ke negara tujuan ekspor. Tiga negara tersebut yakni Malaysia, Singapura, dan Thailand.

Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto mengatakan operator pelayaran langsung atau direct call umumnya mempertimbangkan tiga faktor dalam memasukkan sebuah pelabuhan sebagai tujuan singgah, yakni volume muatan, fasilitas pelabuhan, dan biaya pelabuhan.

Operator menimbang Pelabuhan Belawan sebagai salah satu pelabuhan singgah dalam pelayaran langsung ke negara-negara Asia maupun Timur Tengah. Alasannya, sebanyak 60% dari volume ekspor nasional umumnya dikirimkan ke daerah tersebut.

"Jadi, bila muatan dari (Pelabuhan) Belawan ke Far East cukup banyak, kendala yang dihadapi untuk (operator) direct call (singgah di Pelabuhan Belawan) tinggal fasilitas pelabuhan seperti kedalaman alur dan kolam, serta port tarif (biaya pelabuhan)," kata Carmelita kepada Katadata.co.id, Rabu (13/7).

Carmelita juga mengatakan pelayaran langsung ke negara-negara di benua Eropa, Amerika, dan Afrika sangat terbatas. Oleh karena itu, pola transhipment menjadi praktik umum dalam pengapalan barang ekspor dari dalam negeri.

Sehingga, frekuensi pelayaran langsung menjadi terbatas dengan minimnya operator pelayaran langsung. Akan tetapi, Carmelita menilai perbandingan biaya logistik dengan skema singah dan pelayaran langsung tidak jauh berbeda.

"Mengenai freight cost, kami rasa tidak banyak berbeda antara direct call dan transhipment," kata Carmelita.

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan mengupayakan pengiriman kargo ekspor dari Pelabuhan Belawan langsung ke negara tujuan atau direct call.  “Kami di Kementerian BUMN sedang berikhtiar untuk menjadikan Belawan sebagai pelabuhan ekspor yang melayani direct call,” kata Menteri BUMN Erick Thohir dalam keterangan resmi, Selasa (12/7).

Kementerian BUMN menilai pengiriman kargo yang tak langsung ke negara tujuan ini membuat ongkos ekonomi lebih mahal karena biaya logistik yang bertambah. Kementerian mencatat waktu pengapalan barang ekspor dari Pelabuhan Belawan ke negara tujuan bertambah sekitar 34%, sedangkan ongkos pengapalan lebih mahal hingga 30%.

Sebagai simulasi, waktu pelayaran langsung dari Indonesia ke Amerika Serikat hanya perlu 23 hari, tapi waktu tersebut bertambah menjadi 31 hari karena singgah di Malaysia atau Singapura.

Secara rinci, sebanyak 51% total volume ekspor dari Pelabuhan Belawan singgah di Malaysia sebelum ke negara tujuan. Adapun, total volume ekspor yang singgah di Singapura adalah 44%, sedangkan yang singgah di Thailand sebesar 5%.

Badan Pusat Statistika (BPS) mendata negara tujuan ekspor dari Sumatra Utara mencapai lebih dari 30 negara. Berdasarkan volume barang ekspor, negara tujuan ekspor yang mendominasi adalah Cina atau sebesar 16%.

Negara tujuan ekspor lainnya yang berasal dari Sumatra Utara adalah India (6,7%), Jepang (6,2%), dan Amerika Serikat (4%). Kontribusi Malaysia dan Singapura dalam negara tujuan ekspor kurang dari 2% berdasarkan volume barang ekspor. 

Berdasarkan data PT Pelindo, volume barang ekspor yang keluar dari Pelabuhan Belawan mencapai 550.871 TEUs peti kemas. Dari seluruh volume tersebut, sebanyak 59% singgah di Malaysia, 25% singgah di Singapura, dan 16% singgah di Thailand, Taiwan, dan beberapa negara lain.

Tidak hanya Pelabuhan Belawan, sebagian besar pelabuhan ekspor di Pulau Sumatra hanya sebagai pelabuhan pengumpan (feeder) ke Malaysia atau Singapura. Erick menilai praktik ini menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan lantaran biaya logistik dibayarkan dalam Dolar Amerika Serikat.

Melansir dari situs investmentmonitor.ai, Pelabuhan Shanghai di Tiongkok menempati urutan puncak sebagai pelabuhan tersibuk di dunia pada 2020. Lalu lintas peti kemas di pelabuhan ini mencapai 43,5 juta TEUs (twenty-foot equivalent unit). Berikut grafik Databoks: 

Reporter: Andi M. Arief