European Investment Bank Tertarik Jajaki Investasi IKN Nusantara

ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/wsj.
Prasasti bergambar peta Indonesia berdiri di titik nol kilometer Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (19/4/2022). Prasasti tersebut dibangun di atas tanah dan air dari 34 provinsi di Indonesia yang telah disatukan.
19/7/2022, 15.51 WIB

European Investment Bank (EIB) tertarik menjajaki kemungkinan berinvestasi di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Lembaga tersebut menawarkan kerja sama di berbagai sektor mulai dari energi terbarukan hingga infrastruktur.

Vice President EIB, Kris Peeters, mengatakan dirinya sudah melakukan pertemuan dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral serta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas untuk membahas peluang kerja sama. Salah satu kerja sama yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut adalah pembangunan IKN Nusantara.

Peeters mengatakan, EIB bukan pihak yang akan menawarkan untuk mengerjakan proyek tertentu di IKN Nusantara. Namun demikian, EIB membuka pintu bagi pemerintah Indonesia untuk mengajukan kerja sama investasi tersebut.

"Kami tidak bisa mengatakan (pada pemerintah Indonesia) harus melakukan itu, atau jangan melakukan itu, lalu setelah itu kami mengatakan akan berinvestasi. Kami sangat berminat untuk menjajaki investasi ibu kota negara baru. Tapi pemerintah Indonesia harus mengajukan pada kami rincian proyeknya terlebih dahulu, jadi kami bisa mengatakan oke (jika disetujui)," ujarnya di Jakarta, Selasa (19/7).

Dia mengatakan, EIB sudah memutuskan untuk meningkatkan kegiatan dan mendukung kerja sama antara Uni Eropa dan Indonesia. Lembaga tersebut bahkan sudah membuka kantor perwakilannya di Indonesia sejak 2021.

European Investment Bank membuka peluang pembiayaan dalam mengentaskan masalah iklim, transportasi, dan pembangunan perkotaan. Saat ini, lembaga tersebut tengah mendukung Batam dan Makassar untuk menyiapkan proyek-proyek yang bankable melalui fasilitas pembiayaan energi rendah karbon.

Peeters mengatakan, EIB adalah lembaga pinjaman jangka panjang yang dimiliki oleh 27 negara Uni Eropa. Lembaga tersebut telah menginvestasikan dana hampir € 6,65 miliar di Asia antara 2012 hingga 2021. Sementara investasi yang telah ditanamkan EIB di berbagai proyek di seluruh dunia mencapai € 96 miliar.

European Investment Bank telah aktif di Indonesia sejak 1995 dan mendukung program penyediaan air, sektor energi, proyek telekomunikasi. Prioritas lain dari EIB di Indonesia adalah energi baru dan terbarukan, pengelolaan limbah, pengurangan sampah di laut dan plastik, serta medukung Indonesia dalam memenuhi agenda Suistanable Development Goals (SDG)

European Investment Bank juga merupakan EU Climate Bank yang merupakan salah satu lembaga pembiayaan terbesar dalam aksi pengentasan masalah iklim. Lembaga tersebut berencana untuk memobilisasi € 1 triliun pada 2030 untuk aksi iklim di UE dan secara global, termasuk Indonesia.

Lembaga tersebut berencana untuk mendedikasikan setengah dari pembiayaan tahunannya untuk aksi iklim hingga 2025. EIB berkomitmen untuk mensukseskan rencana Eropa menjadi benua netral karbon pertama pada 2025. Lembaga tersebut juga akan memobilisasi tambahan € 1 miliar dalam pembiayaan untuk transisi hijau pada 2026. Tahun lalu, pembiayaan EIB untuk aksi iklim dan pembiayaan keberlanjutan lingkungan mencapai € 27,6 miliar atau 51% dari total pembiayaan.

Pada 2020, EIB menginvestasikan € 150 juta dalam program the Catalytic Green Finance Facility (ACGF) yang dilakukan oleh Perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Investasi tersebut menandai dukungan EU Climate Bank dalam membangun transportasi, energi, dan skema penyediaan air bersih di Asia Tenggara.

Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi asing di Indonesia mencapai US$10,25 miliar pada kuartal I-2022. Penanaman Modal Asing (PMA) terbesar pada kuartal I-2022 masuk ke sektor industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya, yakni US$2,57 miliar. Nilai ini setara dengan sekitar 25% dari total realisasi PMA pada periode tersebut.

Reporter: Tia Dwitiani Komalasari