Impor Karet Naik 24%, Produksi Dalam Negeri Masih Terbatas

ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/foc.
Seorang buruh tani menyadap karet di perkebunan karet Ujung Jaya, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Selasa (21/7/2020).
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Yuliawati
22/7/2022, 16.02 WIB

Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat nilai impor karet dan barang dari karet naik 24,02% pada Juni 2022 dibandingkan bulan sebelumnya. Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) menyatakan jenis karet yang diimpor merupakan karet khusus yang belum bisa dipenuhi dari dalam negeri.

Karet khusus tersebut yakni latex yang menjadi bahan baku untuk industri sarung tangan karet atau karet tahan panas untuk insulator kabel. Mayoritas karet yang diproduksi di dalam negeri adalah karet alam untuk industri ban.

"Indonesia ini masih jarang (perkebunan karet) yang menghasilkan latex, yang banyak kita bikin SIR 20. Yang kedua, mungkin karet-karet khusus yang belum bisa kita penuhi," kata Ketua Umum Dekarindo Azis Pane kepada Katadata.co.id, Jumat (22/7).

Standard Indonesian Rubber (SIR) 20 adalah jenis karet alam yang umumnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan ban di dalam negeri. Kementerian Pertanian (Kementan) memperkirakan produksi karet alam pada 2022 akan naik 3,16% menjadi 892.830 ton dibandingkan realisasi 2021 sebanyak 865.500 ton.

Untuk mengurangi impor karet, Azis mengatakan industri karet nasional sedang mencari teknologi yang dapat memproduksi karet khusus dari Jerman. Hasil penelitian sejauh ini menunjukkan karet alam di dalam negeri dapat diubah menjadi karet sintetis maupun menjadi pengganti bahan bakar fosil.

"Bukan mimpi ini. Kami sudah seminar panjang lebar sama ITB (Institut Teknologi Bandung), cuma perlu teknologi dan inovasi," kata Azis.

Di sisi lain, Azis mengatakan produksi karet alam pada semester I-2022 kurang maksimal. Penyebab utamanya adalah jumlah daun karet yang gugur cukup banyak selama musim penghujan pada paruh pertama 2022.

Pada saat yang sama, pasar karet di India terbuka lebar karena disrupsi rantai pasok karet internasional. Namun, industri karet Indonesia tidak bisa memanfaatkan pasar tersebut lantaran volume produksi berkurang. Alhasil, pasar India tersebut diisi oleh industri karet asal Pantai Gading.

Azis berpendapat pemangku kepentingan harus mendukung pencarian teknologi produksi karet khusus. Hal ini penting agar bisa mengambil ceruk pasar karet khusus, khususnya untuk mengisi ceruk pasar ban kendaraan listrik.

Kendaraan listrik memerlukan komponen otomotif dengan berat yang ringan agar penggunaan energi lebih efisien. Oleh karena itu, Azis mengatakan sebagian negara produsen karet sedang berlomba-lomba mencari teknologi produksi ban dari karet sintetis.

"Sekarang, BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) harus berusaha keras menambah nilai tambah karet alam. Kalau tidak, kita akan kalah bersaing dengan Vietnam dan Thailand," kata Azis.

Badan Pusat Statistik (BPS) mendata volume impor karet dan barang dari karet pada Januari-Mei 2022 telah mencapai 335.179 ton. Realisasi tersebut naik 5% dari capaian periode yang sama tahun lalu sebanyak 318.214 ton.

Berdasarkan asal negara impor, volume impor terbesar berasal dari Cina yang mencapai 86.420 ton. Capaian tersebut diikuti Korea Selatan (72.034 ton), Thailand (49.424 ton), Jepang (45.950 ton), dan Malaysia (13.505 ton).

Reporter: Andi M. Arief